JAKARTA, KOMPAS — Walaupun masih ada banyak isu hak asasi manusia yang perlu dituntaskan, Komisi Nasional HAM menilai kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam memperjuangkan dan membangun HAM meningkat. Pada 2017, Komnas HAM menerima 5.387 pengaduan terkait pelanggaran HAM. Bagian terbesar dari aduan itu atau sebesar 7,3 persen terkait lambatnya kinerja Kepolisian Negara RI dalam menangani suatu kasus.
”Menguatnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan HAM menjadikan Indonesia mendapatkan kepercayaan dari dunia internasional. Pada awal Februari 2018, Komisariat Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Pangeran Zeid bin Ra’ad direncanakan berkunjung untuk melihat kondisi HAM di Indonesia,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (22/1).
Di tengah sejumlah prestasi tersebut, pengusutan sejumlah kasus pelanggaran HAM pada masa lalu hingga saat ini belum jelas kelanjutannya. Kasus itu misalnya peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari 1989, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, dan peristiwa kerusuhan Mei 1998.
”Kasus-kasus itu perlu dipelajari seluruhnya dan didiskusikan dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Konstruksinya harus lengkap sehingga tidak menimbulkan persepsi yang salah. Sesuai kewenangannya, Komnas HAM bertugas melindungi semua warga dari diskriminasi,” kata Taufan.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyu Wagiman menyampaikan, Komnas HAM perlu menunjukkan kinerja yang lebih efektif dalam mendorong agar Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 serta Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 bebas dari praktik politik identitas yang berpotensi menyebabkan konflik di masyarakat.
”Tentu ini memang tak dapat dilepaskan dari kewenangan yang dimiliki Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Berdasarkan undang-undang ini, Komnas HAM memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan maupun tindakan diskriminatif,” ujarnya.
Proaktif memantau
Oleh karena itu, menurut Wahyu, penting bagi Komnas HAM untuk secara proaktif memantau setiap praktik yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat selama pilkada dan pilpres berlangsung.
”Komnas HAM dapat segera melakukan pemantauan dan sekaligus memberikan pendidikan serta penyuluhan kepada semua pihak yang terlibat dalam pilkada, pemilu, maupun pilpres itu agar tidak menggunakan kampanye yang menonjolkan politik identitas dan berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan),” tutur Wahyu.
Dengan demikian, kata Wahyu, masyarakat dapat menyaksikan dengan jelas peran Komnas HAM dalam menjaga kehidupan kenegaraan Indonesia agar selaras dengan UUD 1945 dan regulasi lainnya.
Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum Hak Asasi Manusia, Julius Ibrani, menyampaikan, sudah saatnya bagi komisioner Komnas HAM segera turun ke lapangan. Para komisioner pun perlu segera memberikan gambaran kondisi permasalahan HAM terkini.
”Pada tahun-tahun politik, isu pelanggaran HAM kian meningkat, mulai dari toleransi, diskriminasi, sampai politisasi SARA,” ujarnya. (MDN/DD07)