Pengusaha Khawatir
Pengusaha meminta agar definisi korupsi sektor swasta dalam RKUHP lebih diperjelas sehingga tidak multitafsir.
JAKARTA, KOMPAS - Asosiasi Pengusaha Indonesia khawatir definisi korupsi sektor swasta dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah sangat multitafsir. Kalangan pengusaha meminta agar perilaku yang termasuk korupsi dapat diperjelas dalam RKUHP supaya praktik bisnis yang lazim dilakukan tidak disalahartikan sebagai tindakan korupsi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani di Jakarta, Rabu (24/1), mengatakan, pihaknya memaklumi bahwa pengaturan tentang pemberantasan korupsi sektor swasta dalam RKUHP adalah konsekuensi dari hasil Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Antikorupsi (UNCAC) tahun 2003 yang sudah diratifikasi Indonesia pada 2006. Namun, ia meminta korupsi sektor swasta didefinisikan dengan tepat sesuai dengan kondisi Indonesia.
Hariyadi mencontohkan, ada beberapa praktik bisnis yang selama ini dianggap lumrah, seperti menjamu rekan pengusaha. ”Kalau tidak jelas, nanti menjamu klien atau pengusaha lain bisa dituduh menyuap. Belum lagi praktik-praktik lainnya,” katanya.
Hariyadi mengharapkan, kelompok pengusaha dapat dilibatkan memberi masukan. Menurut dia, dalam pembahasan RKUHP selama ini, DPR dan pemerintah belum pernah mengundang pengusaha untuk memberi pandangan.
”Belum pernah ada undangan (DPR) untuk kami. Padahal, sangat penting terkait korupsi di sektor korporasi, definisinya harus jelas,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, dalam rapat konsinyering Panitia Kerja (Panja) RKUHP DPR pekan lalu, DPR dan pemerintah memasukkan tindak pidana korupsi di sektor swasta dalam RKUHP, yang menurut rencana akan disahkan pada Februari mendatang. Artinya, korupsi yang terjadi di sektor swasta juga bisa ditindak oleh penegak hukum karena dinilai menjadi bagian dari upaya pemberantasan korupsi secara komprehensif.
Rumusan yang dibahas sejauh ini adalah memidanakan setiap orang yang menawarkan, menjanjikan, atau memberikan keuntungan yang tidak sah kepada seseorang yang memimpin atau bekerja di sektor swasta, yang bertujuan agar yang bersangkutan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Pidana yang sama berlaku juga untuk pihak yang menerima keuntungan tidak sah.
Rencana mengatur korupsi di sektor swasta dalam RKUHP itu untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pihak swasta menjadi oknum yang paling banyak ditindak oleh lembaga antirasuah itu. Sepanjang 2004-2017 ada 183 orang dari sektor swasta yang ditangkap KPK karena terlibat suap serta korupsi dengan lembaga eksekutif dan legislatif.
Belum dibahas
Secara terpisah, Ketua Panja RKUHP DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, mengatakan, Panja RKUHP belum rampung membahas definisi dan jenis-jenis perilaku yang termasuk korupsi di sektor swasta. DPR dan pemerintah baru menyepakati norma dasar (core crime) terkait korupsi sektor swasta. Definisi beserta sanksi hukuman baru akan dibahas dalam rapat kerja Panja RKUHP dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, pekan depan.
Lebih lanjut, aturan mendetail terkait penegakan hukum korupsi di sektor swasta baru akan dibahas dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dibahas setelah RKUHP disahkan. RKUHAP saat ini sudah masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2018.
”Oleh sebab itu, urusan siapa yang menangani kasus korupsi swasta, apakah itu polisi, jaksa, atau KPK, tidak dibahas sekarang. Itu masih nanti di KUHAP,” katanya.
Kepastian hukum
Dalam pembahasan yang berkembang, jenis-jenis praktik yang termasuk korupsi di sektor swasta menyangkut beberapa hal. Hal itu, antara lain, meliputi penyuapan di sektor swasta yang akan merugikan masyarakat dan negara, tindakan memperkaya diri sendiri secara tidak sah (illicit enrichment), monopoli atau persaingan usaha, upaya memperdagangkan pengaruh, dan penyuapan pejabat asing atau organisasi internasional. Namun, hal itu belum disepakati.
Ia mengatakan, audiensi dengan kelompok pengusaha tidak dibutuhkan. Menurut dia, Panja RKUHP sudah pernah mengundang asosiasi pengusaha untuk memberi tanggapan, tetapi tidak ada yang hadir.
”Tidak usah audiensi. Dulu, kami undang juga tidak ada yang datang, tidak ada yang memberi usulan,” kata Benny.
Berdasarkan data dari Bank Dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-72 dalam kemudahan berusaha tahun 2017, naik dari sebelumnya posisi ke-91. Salah satu hambatan investasi di Indonesia adalah persoalan hukum dan korupsi.
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, pemberantasan korupsi sektor swasta yang diatur dalam RKUHP justru akan membantu roda perekonomian. Aturan yang jelas akan memberikan kepastian hukum dan berdampak positif bagi keamanan berusaha serta berinvestasi. (AGE/IAN)