SURABAYA, KOMPAS — Perguruan tinggi merupakan salah satu garda depan pencegahan korupsi. Untuk itu, KPK berkepentingan terus meningkatkan kerja sama dengan kampus. Kampanye, pelatihan, seminar, atau penerapan mata kuliah antikorupsi merupakan cara agar mahasiswa sebagai generasi penerus menghindari dan menolak perilaku koruptif.
Kamis (25/1) dan Jumat (26/1) di Universitas Kristen Petra, Surabaya, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK menugaskan dua anggota stafnya, yakni Erlangga Adikusumah dan Dian Rachmawati, memberikan materi antikorupsi dalam seminar bagian dari latihan keterampilan manajemen mahasiswa tingkat dasar (LKMMTD).
LKMMTD sudah memasuki tahun ke-28. Namun, menurut Ketua Panitia LKMMTD Lofina Junita, seminar antikorupsi sebagai bagian dari latihan itu baru berjalan tiga tahun. Di seminar sebelumnya, pemateri selalu dari kalangan dosen yang telah menerima pelatihan antikorupsi. ”Tahun ini kami mendatangkan staf KPK dengan harapan seminar bermanfaat bagi teman-teman baru menyusun rencana kegiatan manajemen dengan baik,” katanya.
Dalam seminar, Erlangga dan Dian secara bergantian berbagi pengalaman dan informasi kepada mahasiswa tentang budaya korupsi. Amat penting bagi mahasiswa tidak korupsi dalam kehidupan. Peran mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dan di masa depan amat besar. Mahasiswa adalah penggerak perubahan.
Namun, budaya korupsi telah hidup dan mengakar. Dikhawatirkan, jika tidak dicegah sejak dini, masyarakat terus hidup dalam perilaku koruptif sehingga bangsa dan negara tidak akan maju. Dalam keseharian, mahasiswa datang terlambat, membolos, menitip tanda tangan kehadiran, berbohong, menyontek, membuat kuitansi palsu atau menggelembungkan dana kegiatan kampus, dan plagiarisme tugas akademik. Itu merupakan contoh perilaku koruptif.
Menurut Erlangga, kesadaran lewat kampanye atau kegiatan kampus untuk antikorupsi berbeda di setiap kampus. Ada kampus yang menerapkan kebijakan mahasiswa atau dosen yang terlambat datang ke kuliah harus mengenakan rompi jingga dan duduk di depan. Itu untuk menumbuhkan budaya malu. Ada juga kampus yang tegas tidak memberi nilai mahasiswa yang kedapatan curang. Yang ketahuan berbohong membuat kuitansi palsu dikeluarkan dari kampus. ”Mulai ada kampus yang memberi mata kuliah antikorupsi dengan bobot dua atau tiga SKS. Ada yang bersifat wajib, pilihan, atau sisipan,” katanya.
Bahkan, menurut Dian, materi antikorupsi juga akan diberikan kepada siswa sekolah. Sudah ada tiga pemerintah kota dan provinsi yang bersedia mengembangkan antikorupsi sebagai mata pelajaran di sekolah. Yang dimaksud adalah Pemerintah Kota Pekanbaru dan Pemprov Riau, Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim, serta Pemkot Palu dan Pemprov Sulteng.
”Menurut Badan Pusat Statistik, indeks perilaku antikorupsi (IPAK) membaik. Itu menandakan keinginan masyarakat untuk hidup tidak koruptif kian besar,” kata Dian. BPS memang melansir IPAK 2017 yang hasilnya 3,71. IPAK itu naik daripada tahun 2015 yang 3,59. IPAK berskala 0-5. Kian dekat dengan angka lima berarti IPAK semakin bagus.