Abdul Ghoffar menyerahkan berkas laporan dugaan pelanggaran etik itu ke Sekretariat Dewan Etik MK, Rabu (31/1), di Jakarta. Ia juga menyertakan lima lampiran sebagai bukti guna menguatkan laporannya kepada Dewan Etik.
Dengan adanya laporan Abdul Ghoffar, Arief telah dilaporkan ke Dewan Etik empat kali. Dari empat laporan itu, dua di antaranya berbuah sanksi etik bagi Arief, yakni dalam kasus pemberian katebelece terkait seorang jaksa dari Jawa Timur, tahun 2016 dan pertemuan tanpa undangan resmi dengan pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Oktober 2017.
Dalam laporan kali ini, Ghoffar mempersoalkan perkataan Arief di media massa terkait dirinya. Sebagai seorang negarawan, menurut dia, Arief tidak layak mengucapkan perkataan yang tidak benar di depan publik mengenai orang lain.
”Apa yang Pak Arief katakan di salah satu media tentang saya itu tidak benar. Saya dikatakan jarang masuk kantor dan meminta jabatan struktural kepadanya. Karena tidak diberi jabatan struktural itu, saya lalu kecewa, sakit hati, dan menyerang beliau. Saya juga dikatakan kecewa karena tidak diajak ke konferensi MK sedunia tahun 2017 di Lituania,” kata Ghoffar di Gedung MK.
Perkataan Arief itu diungkapkan kepada publik setelah muncul artikel Ghoffar di harian Kompas, 25 Januari lalu, berjudul ”Ketua Tanpa Marwah”. Dalam artikel itu, Ghoffar menyoroti pentingnya kesadaran pribadi Arief untuk mundur dari posisinya sebagai Ketua MK sebab sudah dua kali ia dikenai sanksi oleh Dewan Etik. Penolakan Arief untuk mundur akan merusak marwah dan kehormatan lembaga.
Ghoffar mengatakan telah dipanggil oleh Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah mengenai tindakannya melaporkan Arief kepada Dewan Etik. Sementara Juru Bicara MK Fajar Laksono Soeroso mengatakan, sebagai pegawai MK, Ghoffar memiliki hak untuk melaporkan Arief.
Dihubungi secara terpisah, anggota Dewan Etik MK, Salahuddin Wahid, menyatakan telah menerima informasi terkait adanya pelaporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Arief. Namun, laporan itu belum diterimanya langsung.