JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota Komisi V DPR, Yudi Widiana Adia, sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang. Yudi menjadi orang pertama yang dijerat dengan pasal pencucian uang terkait dengan perkara suap anggota parlemen sehubungan dengan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
”YWA diduga menerima sejumlah kekayaan dari hasil kejahatan sejumlah sekitar Rp 20 miliar. Uang tersebut oleh YWA diduga sebagian disimpan secara tunai, sebagian diubah menjadi aset dengan menggunakan nama orang lain,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/2).
Sebagian aset Yudi di antaranya berbentuk rumah, tanah, mobil, dan perusahaan. Aset-aset ini sebelumnya pernah diungkap salah seorang saksi yang hadir saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Januari 2018. Saat itu, Tri Hasta Buwana menjelaskan pernah diajak membuat perusahaan tambak udang. Namun, nama Yudi justru tidak tercantum dalam akta. Yang justru tercatat adalah nama anaknya, Ismail Zuhdi. Sebagian aset di antaranya juga ada yang diatasnamakan Tri.
Febri menuturkan, dugaan pencucian uang tak hanya berdasarkan pernyataan saksi, tetapi juga adanya jumlah harta kekayaan yang tak sesuai dengan pendapatannya. Mengacu pada LHKPN milik Yudi yang dilaporkan pada 2014, tercatat harta kekayaannya berjumlah Rp 3,7 miliar dan 7.500 dollar Amerika Serikat. Pada 2009, hartanya tercatat Rp 1,3 miliar dan 700 dollar AS. Salah satu penambahan kekayaan yang signifikan adalah sebesar Rp 1,2 miliar hasil panen udang dari perusahaan tambak miliknya.
Sebelumnya, Yudi menjadi tersangka karena menerima suap dari pengusaha yang ingin ikut proyek pembangunan jalan milik Kementerian PUPR. Dalam dakwaan yang disusun jaksa, Yudi disebut menerima Rp 6,5 miliar dan 354.000 dollar AS untuk memuluskan pembangunan jalan dan jembatan di Maluku.
Hingga saat ini, Yudi masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kasus Yudi berawal dari operasi tangkap tangan terhadap rekan sesama anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, Januari 2016.
Selain Yudi dan Damayanti, sembilan orang lainnya yang ditangani KPK adalah anggota Komisi V DPR Andi Taufan Tiro, Musa Zainuddin, dan Budi Supriyanto; serta dari pihak swasta, yaitu Abdul Khoir dan So Kok Seng; dua rekan Damayanti, yaitu Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin; serta Ketua Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary dan Bupati Halmahera Timur Rudy Erawan.
Imbalan dari Richcorp
Sementara dari sidang lanjutan pemberian suap terkait penerbitan izin tambang di Sulawesi Tenggara dengan terdakwa Nur Alam, di Pengadilan Tipikor, terungkap Richcorp International, importir nikel di Hong Kong, sebagai perusahaan yang mengirimkan imbalan hingga Rp 40 miliar. Pengiriman dana menggunakan sejumlah layanan asuransi dan perbankan Bank Mandiri.
Perjalanan uang imbalan hingga sampai ke tangan Alam terungkap juga memakan waktu hingga dua tahun. Untuk menyamarkan transaksi, Alam tak hanya menggunakan layanan transaksi di Bank Mandiri, tetapi juga rekening sejumlah rekannya. Dalam mengalirkan dana, Alam dibantu seorang pegawai Bank Mandiri, Sutomo.
Dalam persidangan, jaksa pada KPK menghadirkan saksi, antara lain dari Bank Mandiri dan Axa Mandiri. (IAN/MDN)