JAKARTA, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme meminta para kepala daerah membantu mantan anggota kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah serta mantan narapidana tindak pidana terorisme kembali ke tengah masyarakat. Pemerintah daerah diharapkan membantu mereka agar bisa diterima masyarakat.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius menyampaikan hal ini kepada para kepala daerah dalam rapat koordinasi pemda dan pemerintah pusat di Jakarta, Rabu (7/2).
”Saya mengingatkan kepada gubernur dan Kesbangpol agar mereka diperhatikan. Jangan dimarjinalkan. Kalau tidak ada perhatian dan terus dimarjinalkan, mereka bisa kembali kepada ideologi kekerasan,” kata Suhardi.
Suhardi mengatakan, asimilasi mantan teroris ini adalah tantangan yang harus dihadapi bersama oleh para kepala daerah, bahkan calon pemimpin daerah di masa yang akan datang. Berdasarkan data BNPT, seperti disebutkan oleh Suhardi, dari sedikitnya 600 narapidana terorisme yang pernah dihukum, beberapa di antaranya kembali melakukan aksinya, yaitu pelaku bom Thamrin di Jakarta, Cicendo di Bandung (Jawa Barat) dan pelaku di Samarinda, Kalimantan Timur.
”Walaupun persentase narapidana terorisme yang kembali melakukan tindak pidana terorisme itu termasuk sangat kecil, hal itu juga harus menjadi perhatian. Hal itu bisa terjadi karena mereka merasa tidak diterima kembali oleh masyarakat,” kata Suhardi.
Akses ekonomi
Selain masalah asimilasi yang mungkin belum berjalan mulus, akses ekonomi yang ternyata tidak semudah dibayangkan juga bisa membuat mantan teroris kembali bersikap keras terhadap lingkungannya. Peran pemerintah daerah, menurut dia, menjadi sangat penting.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, pemda memiliki instrumen yang bisa digunakan untuk mengelola kondisi keamanan di daerah.
”Keberagaman ini anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalau kita kelola dengan baik, akan menjadi kekuatan. Kalau kita gagal, adalah sebuah kelemahan. Bapak dan ibu punya tanggung jawab besar untuk menentukan nasib bangsa ke depan,” kata Wiranto kepada para kepala daerah.
Kecepatan informasi
Adapun Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto menekankan pada ancaman yang tinggi dari semakin canggihnya teknologi komunikasi. Kecepatan penyebarluasan informasi menggunakan gawai menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintah daerah, terutama berkait kesejahteraan.
”Hal itu bisa mendelegitimasi pemerintah melalui cara-cara yang cenderung bersifat inkonstitusional,” kata Hadi. (MHD)