JAKARTA, KOMPAS — Direktur Tindak Pidana Siber Kepolisian Negara RI Brigadir Jenderal (Pol) Fadil Imran mengatakan, media sosial sebenarnya bukan dunia maya, melainkan justru dunia nyata. Pasalnya, siapa pun yang menggunakan konten tidak benar atau menyebar kebencian dan merugikan pihak-pihak tertentu di media sosial cepat atau lambat pasti akan terlacak dan pada akhirnya akan ditangkap aparat.
”Sekuat apa pun orang tersebut menyembunyikan (identitas dan/atau keberadaannya) pasti akan ada jejaknya. Kami bisa mendapatkan alamat kelompok protokol kendali atau kendali kontrol (transmission control protocol/internet protocol/TCP/IP) serta nomor komputernya,” ujar Fadil saat diskusi publik soal konten hoaks di Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Jakarta Pusat, Jumat (9/2).
Oleh karena itu, Fadil menambahkan, siapa pun yang menyebarkan atau mengirimkan informasi yang tidak benar dan mengandung kebencian dapat dikenai hukuman penjara maksimal enam tahun atau denda uang hingga Rp 1 miliar. ”Masyarakat diimbau untuk berhati-hati menyebarkan konten di media sosial. Jangan menyebar atau share konten apabila konten itu tidak benar dan tak berguna, apalagi merugikan masyarakat,” kata Fadil.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyebutkan, konten ilegal adalah informasi dan/atau dokumen elektronik yang melanggar kesusilaan dan memiliki muatan perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, berita bohong dan menyesatkan, selain ujaran kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan (SARA), serta ancaman kekerasan atau menakut-nakuti.
Menurut Fadil, regulasi yang mengatur tata cara penggunaan media sosial seyogianya segera dikembangkan. Alasannya, hal tersebut sangat diperlukan karena konsekuensi peredaran konten ilegal bisa berakibat fatal hingga memancing tindakan kekerasan yang mengganggu ketertiban dan keamanan. Fadil menyebutkan contoh sejumlah tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara, Agustus 2016, dibakar akibat kerusuhan yang dipicu penyebaran isu negatif dan provokatif.
Melek digital
Terkait penggunaan internet yang aman dan bertanggung jawab serta perlunya pendampingan orangtua terhadap anak-anak dalam berinternet, Donny BU, tenaga ahli bidang literasi digital dan tata kelola internet Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), mengatakan, saat ini Kominfo tengah bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mengembangkan modul cara penggunaan internet yang menarik dan mudah dimengerti anak-anak, seperti di majalah komik. Untuk membedakan konten atau berita hoaks yang tidak benar, Donny menyarankan masyarakat berhati-hati dengan konten sensasional. (DD07)