JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI menduga tersangka utama kasus korupsi pengelolaan kondensat, yaitu pemilik PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia Honggo Wendratmo, menggunakan identitas palsu dalam pelariannya di luar negeri. Ketiadaan Honggo mengakibatkan hasil penyidikan kasus yang telah berjalan tiga tahun itu belum bisa dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menyatakan, koordinasi dengan Interpol menjadi satu-satunya langkah yang dapat dilakukan Bareskrim Polri untuk merampungkan penanganan kasus korupsi kondensat. Meskipun proses pencarian telah dilakukan bersama Interpol dan otoritas kepolisian Singapura, tambahnya, keberadaan Honggo belum diketahui pasti. Pada 2015, Honggo berada di Singapura untuk berobat.
”Kemungkinan ia menggunakan nama lain,” kata Setyo, Selasa (13/2), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Secara terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal (Pol) Agung Setya mengungkapkan, pihaknya telah bertemu dengan perwakilan kepolisian Singapura terkait pencarian Honggo. Untuk memberikan informasi yang dibutuhkan penyidik Bareskrim, otoritas kepolisian Singapura pun telah datang ke Jakarta, Januari lalu.
”Otoritas Singapura mengatakan Honggo telah meninggalkan negara itu pada akhir 2016,” ujar Agung.
Meski begitu, lanjutnya, penyidik Bareskrim berkomitmen mencari Honggo. Selama Januari-Februari, penyidik telah melakukan 31 kegiatan untuk menemukan Honggo, termasuk menghimpun keterangan dari keluarga dan rekan Honggo yang berada di Indonesia.
Pada awal Januari lalu, jaksa penuntut umum telah menyatakan berkas penyidikan kasus korupsi kondensat telah rampung. Karena itu, penyidik Bareskrim merencanakan penyerahan dua tersangka lain dalam kasus itu, yakni mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono. Namun, Kejaksaan Agung menginginkan penyerahan ketiga tersangka dilakukan bersamaan sehingga rencana penyidik kepolisian untuk melimpahkan berkas tahap dua ke jaksa penuntut umum, awal Januari lalu, batal dilakukan.
Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, Januari 2016, kasus tersebut telah menyebabkan kerugian negara mencapai 2,7 miliar dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 37 triliun).
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa pihaknya juga menjadikan Honggo sebagai salah satu target tim terpadu pemburu koruptor yang dibentuk Kejagung. Tim tersebut menargetkan membawa pulang ke Indonesia para tersangka kasus korupsi yang melarikan diri ke luar negeri.
”Semua buron akan kami kejar. Terkait tata caranya, kami bersinergi dengan semua pihak di negara lain, mulai dari otoritas kepolisian hingga Interpol,” tutur Prasetyo. (SAN)