KPK segera mengumumkan tersangka baru kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring dan ”drone” di Bakamla. Nama anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi, disebut-sebut sebagai calon tersangka.
JAKARTA, KOMPAS - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyatakan, pihaknya segera mengumumkan tersangka baru terkait dugaan suap pembahasan anggaran pengadaan satelit monitoring dan drone di Badan Keamanan Laut pada 2016. Agus bahkan membenarkan status FA yang saat ini masih dalam proses penyidikan di KPK termasuk salah satu yang terindikasi segera ditetapkan sebagai calon tersangka baru.
”Ya, kalau (sudah) penyidikan, ya, tersangka-lah. Namun, nanti tunggu saja konferensi pers, dalam waktu dekat, sangat dekat,” kata Agus saat ditanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2).
Terkait status FA, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, posisi seseorang sebagai tersangka atau proses penyidikan di KPK tentu akan diumumkan secara resmi lewat konferensi pers. ”Memang benar ada proses pengembangan perkara yang kami lakukan dalam kasus Bakamla. Dari proses pengembangan perkara tersebut, kami akan sampaikan kepada publik pada saat yang tepat,” kata Febri.
Sebelumnya, inisial FA yang tengah disidik KPK dalam kasus pengadaan satelit monitoring dan drone di Bakamla mencuat setelah paparan pimpinan KPK di depan Komisi III DPR, Senin (12/2). KPK menyatakan segera mengumumkan status tersangka baru kasus tersebut dalam waktu dekat.
Dalam rapat kerja tersebut, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan memaparkan tentang sejumlah kasus yang saat ini mendapat sorotan publik. Salah satu kasus yang mencolok adalah dugaan suap pembahasan anggaran pengadaan satelit monitoring dan drone di Bakamla pada 2016. Dari enam nama dalam daftar calon tersangka, salah satunya FA.
Dukung KPK
Sejauh ini, naik tidaknya perkara ke tingkat penyidikan akan diikuti dengan penetapan tersangka. Inisial FA terkait dugaan kasus suap Bakamla ini mengarah kepada anggota DPR, Fayakhun Andriadi. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (10/1), dengan terdakwa Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan; yang memeriksa saksi, yaitu Muhamad Adami Okta dan Hardy Stefanus, anak buah Fahmi, nama anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar disebutkan menerima imbalan hampir 1 juta dollar AS. Imbalan yang diduga terkait dengan pembahasan anggaran pengadaan satelit monitoring dan drone di Bakamla itu berasal dari Fahmi Darmawansyah, Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI), pemenang lelang pengadaan satelit monitoring (Kompas, 11/2).
Besaran imbalan tersebut disebutkan diambil dari 1 persen anggaran Bakamla pada 2016 senilai Rp 1,2 triliun. Namun, saat menghitung imbalan tersebut, nilai anggaran Rp 1,2 triliun itu dikonversi ke dollar AS sehingga menjadi 92,7 juta dollar AS. Dari nilai itu, diambil 1 persen untuk Fayakhun, yakni 927.756 dollar AS.
Pada sidang tipikor tersebut, Jaksa pada KPK Amir Nurdianto menunjukkan rekaman percakapan antara Adami dan Fahmi di aplikasi Whatsapp (WA). Dalam percakapan itu disebutkan imbalan 300.000 dollar AS telah ditransfer kepada Fayakhun sehingga tersisa sejumlah 627.756 dollar AS.
Dari rekaman tersebut juga, Adami mengunggah potongan percakapan antara Fayakhun dan Erwin S Arif, pegawai PT Rohde and Schwarz. PT Rohde and Schwarz merupakan vendor PT MTI. Dalam rekaman itu, Fayakhun meminta bukti salinan transfer uang imbalan yang dikirim ke kantor perbankan JP Morgan. Menanggapi permintaan ini, Erwin menyampaikan akan mengonfirmasi ke Adami. Untuk meyakinkan Erwin, Fayakhun sampai menyampaikan, ”Minta tolong, ya, bro.”
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto enggan berkomentar lebih lanjut. Ia mengatakan menunggu pengumuman resmi KPK sebelum mengambil langkah apa pun terkait FA, yang juga anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar. ”Kami masih menunggu. Untuk kasus korupsi, Golkar sudah memiliki pakta integritas. Kami serahkan proses hukum kepada KPK. Kalau memang benar, kami dukung KPK,” katanya. (AGE/IAN)