JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 17 narapidana yang beragama Khonghucu mendapatkan remisi (pengurangan masa pidana) pada hari raya Imlek, yang dirayakan warga Khonghucu, khususnya, dan warga keturunan China, umumnya, pada Jumat (16/2) ini. Pemberian remisi itu disampaikan Pelaksana Harian Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sri Puguh Budi Utami di Jakarta.
Narapidana yang mendapatkan remisi itu berasal dari sejumlah lembaga pemasyarakatan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Menurut Budi Utami, dari sejumlah narapiana yang mendapatkan remisi itu, 13 orang mendapatkan remisi selama satu bulan, tiga orang mendapatkan remisi selama 15 hari, dan seorang mendapatkan remisi selama sebulan 15 hari. Saat ini dari 235.114 narapidana dan tahanan yang terdapat di seluruh Indonesia, terdapat 60 warga binaan pemasyarakatan yang beragama Khonghucu.
Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen Pemasyarakatan Harun Sulianto di Jakarta, Jumat, menjelaskan, narapidana yang mendapatkan remisi itu telah menjalani pidana paling sedikit 6 bulan, berkelakuan baik, dan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama atau menjadi justice collabolator (saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum) untuk tindak pidana korupsi, penyalahgunaan narkotika, dan tindak pidana lain yang ancaman hukumannya lima tahun atau lebih.
Remisi saat perayaan Imlek ini merupakan remisi khusus yang diberikan pada setiap peringatan hari besar keagamaan, seperti saat Idul Fitri untuk yang beragama Islam, Natal untuk beragama Kristen Protestan dan Katolik, Nyepi untuk yang beragama Hindu, dan Waisak untuk yang beragama Buddha. Harun menjelaskan, remisi itu diberikan kepada narapiana yang menunjukkan upaya perbaikan sebagai pribadi, dan diharapkan dapat mendorong narapidana lain berkelakuan baik.
Remisi juga diberikan saat perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, setiap tanggal 17 Agustus.
Remisi untuk koruptor
Terkait pemberian remisi ini, akhir tahun lalu Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sejumlah terpidana korupsi yang menguji konstitusionalitas pembedaan pengaturan pemberian remisi untuk narapidana tindak pidana khusus, termasuk korupsi. Dalam putusannya, MK menegaskan, pemerintah berwenang mengatur syarat dan tata cara pemberian potongan hukuman untuk napi. Keputusan ini memperkuat kebijakan pemerintah untuk tidak memberikan pengurangan hukuman bagi terpidana kasus korupsi dan terorisme.
Selama ini, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan memperketat pemberian remisi untuk napi korupsi. Salah satu syarat untuk memperoleh remisi, menurut peraturan pemerintah itu, adalah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum membongkar kejahatannya atau menjadi justice collaborator.
Akibat ketentuan itu, kelima pemohon uji materi, yakni mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno, serta advokat Otto Cornelis Kaligis, tidak mendapatkan remisi.
Kelima orang itu pun menguji Pasal 14 Ayat 1 Huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang mengatur hak napi mendapatkan remisi. Menurut pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi sepanjang pemerintah bertindak diskriminatif dalam memberikan remisi.
Namun, Hakim Konstitusi Manahan Sitompul saat membacakan pertimbangan mengatakan, MK tak berwenang mengadili permohonan itu. ”Bahwa setelah membaca secara saksama permohonan para pemohon, ternyata hal yang dipersoalkan sesungguhnya adalah peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang sebagaimana telah dipertimbangkan di atas didelegasikan kepada peraturan pemerintah. Dengan demikian, keberatan terhadap hal itu telah berada di luar yurisdiksi Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutusnya,” ujar Mahanan (Kompas, 8/11/2017).