JAKARTA, KOMPAS — Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara RI memastikan personel Detasemen Khusus 88 Antiteror tidak melakukan pelanggaran saat menangkap terduga teroris Muhammad Jefri alias Abu Umar pada 7 Februari lalu. Tim dokter Rumah Sakit Bhayangkara Polri, Jakarta, memastikan Jefri memiliki riwayat panjang penyakit jantung yang menjadi penyebab kematiannya.
Setelah menyelidiki proses penangkapan Jefri, Sekretaris Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Komisaris Besar Agung Wicaksono memastikan bahwa proses penangkapan Jefri sudah sesuai prosedur operasional Polri.
”Kami pastikan tidak ditemukan adanya pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri. Dari hasil otopsi juga tidak ada tanda-tanda kekerasan,” ujar Agung dalam keterangan pers di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (15/2) malam.
Sementara itu, Arif Wahyono, salah satu anggota tim dokter RS Bhayangkara Polri yang mengotopsi jenazah Jefri, mengatakan, tidak ditemukan bekas luka di tubuh Jefri. Tim dokter memutuskan melakukan otopsi untuk mengetahui penyebab kematian Jefri. Pemeriksaan organ tubuh Jefri dilakukan melalui mekanisme uji laboratorium.
”Kami menemukan gangguan riwayat penyakit jantung. Kami berkesimpulan bahwa riwayat penyakit itu yang memicu terjadinya serangan jantung dalam proses penegakan hukum,” ujar Arif menjelaskan.
Tim dokter, kata Arif, telah memperlihatkan hasil otopsi kepada pihak keluarga Jefri. Pihak keluarga pun tidak mempermasalahkan hasil otopsi itu. Dari hasil kesepakatan pihak keluarga, jenazah Jefri dimakamkan di Lampung.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menambahkan, ketika ditangkap, Jefri sempat mengeluh sesak napas kepada tim Densus 88 Antiteror. Atas dasar itu, tim Densus 88 Antiteror sempat membawa Jefri ke klinik di sekitar lokasi penangkapan untuk menjalani pemeriksaan. Meskipun demikian, Setyo membuka kesempatan apabila pihak keluarga ingin melakukan otopsi ulang dengan catatan permintaan diajukan oleh keluarga inti.
Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menuturkan, pihaknya siap membantu keluarga Jefri untuk mencari keadilan dalam peristiwa tersebut. ”Kami mencium banyak keganjilan yang jelas dapat menjadi noda bagi kinerja Polri dan Densus 88,” kata Dahnil.
Jefri ditangkap karena keterlibatannya dalam sejumlah peristiwa dan perencanaan aksi teror. Ia juga diduga menyembunyikan pelaku penyerangan Markas Kepolisian Resor Tolitoli, Sulawesi Tengah, Maret 2017, yakni Agung alias Faruk. Kedua, ia bersama Andi Rifan Munawar alias Afif dan Agung merencanakan sejumlah penyerangan terhadap pos kepolisian. Ketiga, Jefri mengetahui pembuatan bahan peledak yang digunakan untuk menyerang Istana Negara dan kantor PT Pindad, Agustus 2017. (SAN)