JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mengintensifkan program pencegahan korupsi di 10 provinsi. Komitmen pemimpin daerah menjadi kunci keberhasilan program yang dimulai bulan Februari ini.
Sebanyak 10 provinsi itu adalah Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara. ”Langkah ini tak hanya pada tataran provinsi, tapi juga kabupaten/kota,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Minggu (18/2) di Jakarta.
Upaya pencegahan korupsi ini akan dimulai dengan menggelar Rapat Koordinasi Pencegahan yang dihadiri pimpinan KPK dan mengundang seluruh kepala daerah dan pemangku kepentingan setempat. Dalam rapat itu akan dibahas sembilan hal mendasar untuk menutup celah korupsi dalam pengelolaan keuangan daerah. Sembilan hal itu antara lain pengelolaan APBD menggunakan e-planning dan e-budgeting, pengadaan barang jasa, pelayanan terpadu satu pintu, dan penguatan aparat pengawas internal pemerintah.
”Seluruh pimpinan daerah semoga serius melaksanakan program pencegahan. Pasalnya, pencegahan korupsi hanya akan berhasil jika dilakukan sepenuh hati. Jangan sampai ada sikap setengah-setengah, apalagi kepura-puraan sehingga acara itu hanya jadi seremoni,” kata Febri.
Sejumlah kepala daerah yang diproses hukum KPK telah menandatangani pakta integritas dan berkomitmen melakukan pencegahan korupsi. Mereka antara lain Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latief dan Gubernur Jambi Zumi Zola.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mengatakan, keberadaan pakta integritas dan program pencegahan sebenarnya bisa membantu kepala daerah bebas dari korupsi. Pasalnya, dengan program itu, secara tidak langsung KPK memberikan dukungan dan bersedia membantu upaya kepala daerah terkait untuk bersih dari korupsi.
”Pakta integritas bisa memperkuat kepala daerah jika dia memang punya komitmen sedari awal. Pasalnya, ada kepala
daerah yang awalnya ingin mendorong pemerintahan bersih, tapi malah terjebak dalam lingkaran korupsi karena banyak faktor, seperti dari keluarga, legislatif, partai politik, atau karena melihat ada kesempatan jadi tergoda,” ujar Ade.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, menambahkan, pakta integritas merupakan syarat formal yang untuk menguatkan komitmen kepala daerah. Namun, hal itu harus diikuti oleh pengawasan yang ketat dari internal birokrasi dan masyarakat. (IAN)