Perjumpaan Elite yang Menyejukkan
Sikap dan pilihan politik dari elite-elite politik boleh berbeda. Meski demikian, perbedaan tidak melahirkan permusuhan. Saat berjumpa, para elite politik menunjukkan wajah persahabatan, yang sesungguhnya senantiasa didambakan oleh publik.
Saat pengundian dan penetapan nomor urut 14 partai politik peserta Pemilu 2019 di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Minggu (18/2) malam, sejumlah petinggi partai politik hadir. Dalam momentum menjelang pesta demokrasi akbar tahun 2019 itu, para elite politik negeri dipertemukan.
Sejak Pemilu 2014, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berbeda pilihan politik. PDI-P kemudian menjadi partai pendukung pemerintah. Adapun Gerindra memilih menjadi oposisi. Namun, perbedaan pilihan politik ini tidak membuat elite kedua partai bermusuhan.
Malam itu, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menghampiri Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk berjabat tangan. Keduanya pun bertegur sapa dan saling melempar senyum. Perjumpaan hangat itu seperti melebur perbedaan pilihan dan sikap politik kedua partai sejak 2014.
Pemandangan serupa tampak saat Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menghampiri Megawati. Dalam beberapa isu, PAN, sekalipun termasuk dalam koalisi partai pendukung pemerintah, justru sering berbeda sikap dengan pemerintah dan partai lain pendukung pemerintah.
Sikap PAN ini kemudian sering mendapat ”serangan” dari elite-elite partai lain di koalisi partai pendukung pemerintah. Namun, malam itu, wajah persahabatan ditampilkan oleh Megawati, Prabowo, dan Zulkifli.
Kehangatan kian terasa saat elite-elite partai dalam pidatonya seperti berlomba melontarkan bahan candaan.
Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Oesman Sapta Odang, misalnya, menyindir slogan yang diteriakkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di pengujung pidatonya, yaitu ”Golkar bangkit, Golkar jaya, Golkar maju, dan Golkar menang”. Padahal slogan yang mirip sudah lama digunakan Hanura.
”Terima kasih Golkar yang telah memakai filosofi kami, yaitu ’bangkit, jaya, menang’. Tapi, kalau bisa, ya, cari filosofi sendiri-sendiri,” kata Oesman, yang membuat para elite politik di ruangan tersebut tertawa geli mendengarnya.
Nomor urut Pemilu 2019 yang diperoleh partai pun ikut menjadi bahan candaan. Ini seperti saat Gerindra memperoleh nomor urut dua. Terdengar celetukan dari sejumlah elite yang hadir, ”salam dua jari!”. Slogan ini pernah digunakan oleh rival Prabowo, yaitu Joko Widodo, saat Pemilu Presiden 2014.
Hal lain yang juga menyejukkan adalah sejumlah elite partai tampil menunjukkan kebinekaan sebagai identitas bangsa.
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy, misalnya, mengenakan penutup kepala adat Melayu bersama dengan Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani yang mengenakan belangkon dan pakaian adat Jawa.
”PPP ingin menghadirkan pemilu dengan penuh kesejukan sekaligus menghibur, tetapi juga berbasis pada keragaman.
Jadi, pesta demokrasi dalam balutan keberagaman,” kata Romahurmuziy.
Selain itu, ada pula Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang memilih memakai penutup kepala adat Papua. ”Tokoh-tokoh adat memberi hadiah penutup kepala ini. Tentu ini (saya kenakan) untuk menghormati teman-teman dari Papua, juga bagian dari penghormatan atas keberagaman budaya kita,” katanya.
Politik santun
Tak hanya menunjukkan dalam bentuk busana, dalam pidatonya, para elite politik pun berkomitmen menghadirkan politik yang santun dan beradab selama pemilu, juga kontestasi yang tetap menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kebinekaan bangsa.
Melihat perjumpaan para elite yang dibalut dalam suasana persahabatan di awal pemilu melahirkan harapan bahwa persahabatan akan terus langgeng saat kontestasi mencapai puncaknya. Persahabatan elite ini praktis akan dilihat publik sehingga dapat mencegah gesekan di akar rumput sehingga pemilu aman dan damai terwujud.
Tentu saja komitmen ini harus diwujudkan bersama. (APA)