JAKARTA, KOMPAS — Meskipun kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah telah melemah, pergerakan kelompok radikal dianggap belum sepenuhnya berakhir. Kelompok lama, seperti Jamaah Islamiyah, dipercaya masih memiliki basis pengikut dan simpatisan yang menunggu kesempatan untuk menjalankan misi membentuk negara khilafah di Tanah Air.
Pengamat terorisme Nasir Abbas, di Jakarta, Selasa (20/2), menuturkan, tertekannya kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Timur Tengah tidak secara otomatis mengurangi ancaman kelompok teroris di Indonesia. Menurut dia, gerakan NIIS yang mengedepankan serangan teror dan pemaksaan cenderung lebih mudah diatasi dibandingkan cara-cara persuasif yang dilakukan kelompok lama, seperti Jamaah Islamiyah (JI).
Ia mengatakan, simpatisan dan anggota kelompok JI masih ada di Indonesia. Mereka bergerak tanpa menggunakan nama JI, yang telah dimasukkan ke dalam kelompok terlarang seiring keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2008. Putusan itu merupakan dampak dari vonis terhadap dua pimpinan JI, yakni Abu Dujana alias Ainul Bahri dan Zarkasih alias Abu Irsyad. Keduanya telah bebas dari penjara sejak 2015.
Berdasarkan keputusan itu, aparat penegak hukum, terutama Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI (Polri), dapat menangkap dan memidanakan setiap individu yang beraktivitas atas nama JI.
”JI masih terus bergerak melalui pendekatan dakwah. Mereka bergerak secara terorganisasi yang memiliki misi, seperti Kartosuwiryo (pemimpin Negara Islam Indonesia), yang akan mengklaim wilayah kecil sebagai basis kekuasaan negara Islam dan mempertahankan wilayah itu,” tutur Nasir dalam diskusi bertema ”Dari JI ke ISIS: Perubahan Peta Jaringan Terorisme Global dan Kaitannya dengan Ekstremisme di Indonesia”.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengingatkan agar semua pihak lebih serius menyiapkan generasi muda yang menjadi bonus demografi Indonesia pada 2030 (Kompas, 12/2). Menurut Suhardi, generasi muda tanpa pekerjaan rawan disusupi paham radikal yang dapat menjadi akar terorisme.
Jangka panjang
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie mengatakan, kelompok JI memiliki daya tahan lebih kuat dibandingkan kelompok NIIS. ”Mereka (JI) memiliki tujuan jangka panjang. Selain itu, JI lebih dinamis karena dapat mengubah strategi dari waktu ke waktu sehingga, meskipun tidak memiliki sosok pemimpin, mereka tetap memiliki tata kelola organisasi yang baik,” tutur Taufik.
Taufik menambahkan, pergerakan kelompok JI berdasarkan kaidah ilmiah menjadikan kelompok itu bisa memperbaiki kelemahannya. Sementara itu, lanjut dia, kelompok teroris yang hadir setelah tahun 2009, seperti NIIS, lebih banyak beroperasi sporadis yang mengutamakan propaganda dan dianggap eksis.
Atas dasar itu, Taufik berharap seluruh elemen negara dapat melakukan program intervensi yang tepat dan baik. Dengan demikian, ada langkah nyata untuk mengantisipasi hadirnya ancaman dari kelompok radikal lama yang tetap berpotensi menghadirkan gangguan keamanan. (SAN)