JAKARTA, KOMPAS — Islam dan nilai-nilai kebangsaan merupakan dua hal yang tidak bertentangan. Hal ini patut disyukuri semua umat, warga negara Indonesia.
Semangat Islam kebangsaan ini menjadi tema dalam Dzikir Kebangsaan dan Rapat Kerja Nasional I Majelis Dzikir Hubbul Wathon di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (21/2) yang dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo.
Hadir dalam acara tersebut, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan M Romahurmuziy juga hadir di acara ini.
Presiden yang memasuki ruang acara sambil menggandeng Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, KH Maimun Zubair, dalam sambutannya berharap persaudaraan tidak rusak karena adanya pemilu atau pilkada. ”Jangan sampai ukhuwah kita jadi retak. Karena, kalau sudah masuk pilkada, ada saja yang memanas-manasi, mengompori, membuat kabar yang tidak benar. Tapi, insya Allah, tahun ini dan tahun depan tidak ada,” kata Presiden.
Dalam kesempatan ini, Presiden juga menceritakan perjalanannya beberapa waktu lalu ke Sri Lanka, Pakistan, dan Afghanistan. Di Pakistan, Presiden mengunjungi Cox’s Bazar, tempat tinggal sementara lebih dari 700.000 pengungsi Rohingya.
Presiden juga mengatakan sempat deg-degan saat berkunjung di Afghanistan sebab serangan bom beberapa kali terjadi menjelang kunjungannya. Ketika Presiden Afghanistan Ashraf Ghani ke Indonesia, awal April 2017, ia menyampaikan, hanya Indonesia yang bisa mempertemukan kelompok yang bersengketa di Afghanistan.
Pertikaian yang ada di Afghanistan perlu menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia. Konflik membuat kekayaan alam di negara itu, seperti emas, gas alam, dan minyak bumi, tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan warga.
”Oleh karenanya, Presiden Ghani berpesan kepada saya untuk hati-hati karena Indonesia memiliki 714 suku, bukan hanya tujuh suku seperti Afghanistan. Jangan sampai 250 juta warga dikorbankan karena konflik kecil tak segera diselesaikan,” tutur Presiden.
Dalam sambutannya, Ketua Umum Majelis Dzikir Hubbul Wathon KH Mustofa Aqil Siroj mengatakan, masih banyak yang menganggap Islam dan kebangsaan menyatu dalam perjuangan kebangsaan.
Di Indonesia, menurut Ketua Dewan Penasihat Majelis Dzikir Hubbul Wathon KH Ma’ruf Amin, adanya anugerah sekaligus warisan berupa negara yang merdeka dan berdaulat serta landasan kebangsaan yang kuat berupa Pancasila patut disyukuri. Sebab, dalam Pancasila, terdapat titik temu antara semua komponen bangsa.
”Inilah ketika bangsa jadi satu. Harus terus kita jaga, terutama di tahun-tahun politik dengan penyelenggaraan pilkada dan pilpres,” tutur Ma’ruf Amin. (INA)