JAKARTA, KOMPAS - Kepercayaan rakyat kepada politisi dapat tumbuh ketika para politisi dapat menjunjung tinggi prinsip dan nilai politik. Namun, di saat yang sama, warga negara juga harus melaksanakan kewajibannya.
Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra menuturkan, apabila prinsip dan nilai politik tidak dijunjung tinggi, politik akan tuna-etika.
”Jika politik tuna-etika berlangsung di lembaga legislatif, maka kemudian akan berimbas kepada lembaga eksekutif dan yudikatif. Hampir dapat dipastikan negara tidak berfungsi secara efektif dan efisien. Apabila itu terjadi, lembaga kenegaraan akan jadi lahan tawar-menawar politik, pribadi, kelompok, dan partai,” tutur Azyumardi dalam diskusi bertema ”Membumikan Etika Politik” yang digelar Nurcholish Madjid Society, di Jakarta, Kamis (22/2).
Turut hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut, Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif.
Menurut Yudi, setiap warga negara harus melaksanakan kewajibannya. ”Kita harus siap berkontribusi. Bukan dengan keterpaksaan, melainkan secara sukarela,” ujarnya.
Menurut Yudi, orang yang aktif terlibat dalam ruang publik cenderung lebih kreatif dibandingkan mereka yang terisolasi di lingkungan pribadinya. Namun, sebagian besar warga belum terlibat dalam kehidupan publik.
”Ini barangkali kesalahan pendidikan kita. Kecerdasan kita selalu didefinisikan dalam kecerdasan personal, matematika, fisika, atau kimia. Satu hal yang selalu diabaikan adalah kecerdasan kewargaan. Dalam lingkungan majemuk, kecerdasan kewargaan penting dibangun agar warga bisa menerima keberagamaan. Tidak ada kebahagiaan dalam masyarakat yang intoleran,” tutur Yudi.
Dalam lingkungan yang majemuk, warga Indonesia harus mampu bergaul dalam keberagaman itu. Yudi menekankan, basis legal tidak bisa selalu dapat diandalkan untuk menyelesaikan konflik. (DD07)