JAKARTA, KOMPAS — Sikap Presiden Joko Widodo yang terkesan enggan menandatangani revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD—lantaran ada sejumlah pasal yang belum disepakati—tidak sesuai dengan logika pembentukan undang-undang yang dianut oleh sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebagai pembuat regulasi, Presiden atau pemerintah memiliki kedudukan yang sama dengan legislatif.
Karena kedudukan yang setara itulah, eksekutif dan legislatif sama-sama bertanggung jawab terhadap suatu produk UU kendati usulan RUU mulanya berasal dari salah satu pihak. Setelah pemerintah dan DPR menyetujui bersama suatu RUU disahkan menjadi UU, artinya kedua pihak mengetahui isi UU. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi eksekutif untuk keberatan atau tak mau menandatangani UU yang sudah dibahas dan disepakati bersama.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi, Kamis (22/2), menuturkan, sekalipun tidak ditandatangani Presiden, revisi UU MD3 secara otomatis akan berlaku dalam waktu 30 hari sejak diketuk dalam Rapat Paripurna DPR.
”Dengan Presiden tidak mau menandatangani UU MD3 itu, artinya terkesan pemerintah lepas tanggung jawab atas materi di dalam UU MD3 itu. Padahal, di dalam pembahasannya, pemerintah ikut terlibat. Logikanya, ketika suatu UU telah disahkan, pemerintah memberikan persetujuannya atas materi UU itu,” tutur Fajri.
Alasan yang dikemukakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly ialah revisi tersebut awalnya hanya disepakati untuk menambahkan pimpinan DPR. Daftar inventarisasi masalah UU MD3 yang diajukan pemerintah pun hanya untuk tujuan itu. Namun, dalam perkembangannya, terdapat tambahan banyak pasal.
Menurut Fajri, hal itu tidak bisa dijadikan alasan bagi pemerintah untuk melepaskan tanggung jawab terhadap UU MD3. Sekalipun Presiden tidak menandatangani UU itu, pemerintah punya kewajiban moral untuk segera mengajukan usulan revisi UU MD3.
Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo tetap optimistis Presiden akan menandatangani revisi UU MD3. Ini mengingat hasil revisi tersebut merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah. Dengan demikian, janggal jika pemerintah baru bersuara menolak revisi UU MD3 sekarang.
”Termasuk pasal-pasal yang diperdebatkan banyak kalangan, itu juga sudah pembahasan dan kesepakatan bersama,” katanya. (REK/AGE/APA)