Komnas HAM: Uji UU MD3 ke MK
JAKARTA, KOMPAS Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengingatkan agar warga negara menggunakan haknya untuk mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD hasil revisi. Sejumlah norma di dalam undang-undang tersebut dinilai menghambat kebebasan berekspresi dan berpendapat serta partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.
Padahal, kebebasan berekspresi merupakan sebuah kemajuan dalam iklim pembangunan berbasis demokrasi dan HAM yang dicapai sejak Reformasi bergulir.
”Melihat posisi UU MD3 seperti itu, penting bagi setiap orang untuk menggunakan hak uji kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar kepentingan negara lebih luas bisa dijaga, termasuk menyelamatkan kepentingan negara,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Jumat (23/2), di Jakarta.
Dalam hidup berdemokrasi, lanjut Choirul Anam, hal penting yang harus dijaga adalah kebebasan berekspresi dan berpartisipasi dalam pemerintahan. Tak hanya untuk memastikan tata kelola negara dilakukan dengan baik, hal itu juga penting untuk memastikan bahwa pilihan-pilihan arah pembangunan negara diarahkan kepada pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat secara luas.
Hingga kemarin, MK telah menerima permohonan uji materi dari dua pihak, yaitu Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
PSI yang mendaftarkan permohonannya pada Jumat mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 73 Ayat (3) dan (4) huruf a dan c, Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245. Selain menghambat kebebasan berpendapat, tiga pasal di dalam UU MD3 yang telah disahkan DPR pada 12 Februari itu dianggap berpotensi mengkriminalkan rakyat.
Pasal 73 UU MD3 mengatur tentang upaya paksa yang bisa dimintakan anggota DPR kepada pihak kepolisian terhadap orang-orang yang diduga mencemarkan nama baik atau menghina martabat anggota DPR. Adapun Pasal 122 memungkinkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengambil langkah hukum apabila diduga ada orang mencemarkan martabat anggota DPR. Pasal lainnya, yakni Pasal 245, juga dinilai keterlaluan karena memberikan hak kekebalan hukum kepada DPR, antara lain dengan menghidupkan kembali mekanisme izin kepada MKD untuk memeriksa anggota DPR.
”Kami melakukan jajak pendapat di media sosial dan 97 persen responden menginginkan kami untuk mengajukan uji materi ke MK. Selain itu, kami melihat secara materi, substansi UUD MD3 ini bertentangan dengan konstitusi,” tutur Kamaruddin, Koordinator Bidang Hukum PSI, ketika mendaftarkan uji materi di Gedung Mahkamah Konstitusi.
Pemidanaan
UU MD3 itu dinilai telah memberikan posisi yang kuat kepada DPR. Di sisi lain, UU tersebut juga menempatkan MKD seolah menjadi badan yudikatif karena bisa melakukan tindakan hukum kepada rakyat yang mencemarkan nama baik atau menghina martabat anggota DPR. Dengan kewenangan yang ada di dalam UU MD3, DPR juga bisa memanggil dan meminta keterangan dari rakyat.
”Ini berbahaya sebab DPR itu adalah lembaga demokrasi dan politik yang merepresentasikan kehendak masyarakat. Bagaimana mungkin rakyat yang memilihnya bisa dipidanakan oleh orang yang dipilih. Ini adalah kemunduran di dalam demokrasi di Indonesia. Selain itu, pasal lainnya juga menunjukkan DPR ini kelihatannya antikritik,” tutur Kamaruddin menjelaskan.
Revisi UU MD3 itu belum bisa diundangkan karena belum ditandatangani Presiden Joko Widodo. Menurut ketentuan konstitusi, jika Presiden tidak menandatangani, UU MD3 secara otomatis berlaku 30 hari setelah disepakati bersama oleh pemerintah dan DPR dalam Rapat Paripurna DPR.
Sementara itu, di sela acara Rakernas PDI-P di Denpasar, Bali, Jumat, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mempersilakan jika publik ingin menggugat pasal-pasal di UU MD3 ke MK.
”Saya sendiri sudah ingatkan ke DPR bahwa pasal-pasal itu berpotensi digugat di MK. Namun, ya, namanya juga dinamika politik. Kalau tidak begitu, bisa-bisa satu tahun undang-undangnya tidak jadi-jadi,” kata Yasonna.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Soeroso mengatakan, pengadilan tidak boleh menolak perkara. Artinya, semua permohonan uji materi yang masuk di Kepaniteraan MK harus sampai ke tangan hakim untuk diperiksa.
”Hakimlah nanti yang memutuskan tindak lanjut terhadap permohonan uji materi itu. Dalam perkembangannya, di tengah pemeriksaan permohonan uji materi, bisa saja ada permintaan perbaikan permohonan oleh hakim,” katanya.
Kamaruddin mengatakan, PSI sudah menghitung ada waktu perbaikan permohonan selama dua minggu. Dalam waktu dua minggu masa perbaikan permohonan itu, PSI memperkirakan revisi UU MD3 itu telah diundangkan, atau telah memasuki masa 30 hari otomatis berlaku. (REK/MDN/AGE)