JAKARTA, KOMPAS — Meski kini peta politik cenderung mengarah pada pembentukan dua poros politik, Pemilihan Presiden 2019 masih berpotensi diikuti tiga pasangan calon. Tiga partai yang belum menentukan arah koalisi, yaitu Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa, dapat bergabung membentuk poros ketiga.
Dari 10 partai yang kini punya kursi di DPR, lima di antaranya menyatakan kembali mengusung Presiden Joko Widodo di Pemilu 2019. Lima partai itu adalah PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Nasdem, dan Partai Hanura. Dua partai lainnya, Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, kemungkinan akan mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Lukman Edy, di Jakarta, Rabu (28/2), berpendapat, dengan gambaran koalisi yang telah terbentuk itu, terbuka kemungkinan munculnya poros pasangan capres-cawapres ketiga yang dibentuk tiga partai lain, yaitu PKB, PAN, dan Demokrat.
Terbuka kemungkinan munculnya poros pasangan capres-cawapres ketiga yang dibentuk tiga partai lain, yaitu PKB, PAN, dan Demokrat.
Namun, lanjut Lukman, pembentukan poros ketiga itu perlu diuji dulu sebelum direalisasikan. Pasalnya, hingga saat ini, berdasarkan survei sejumlah lembaga, belum ada figur yang elektabilitasnya bisa menandingi Jokowi atau Prabowo.
Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi mengatakan, tren dari berbagai hasil survei menunjukkan elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono ada di posisi yang tinggi. Sebagai contoh, dalam survei Poltracking, 27 Januari-3 Februari lalu, Agus menjadi kandidat cawapres terkuat. Jika dipasangkan dengan Jokowi, elektabilitas rata-rata Agus 13,9 persen. Adapun jika dipasangkan dengan Prabowo, elektabilitas Agus 15,85 persen.
Sementara itu, hasil survei Populi Center pada 7-16 Februari 2018 menunjukkan, elektabilitas Jokowi dan Prabowo cenderung turun meski tak terlalu signifikan. Elektabilitas Jokowi ada di 52,8 persen, sementara Prabowo 15,4 persen. Angka itu menurun dibandingkan survey Populi Center pada Desember 2017, yaitu elektabilitas Jokowi 54,9 persen dan Prabowo 18,9 persen.
Melihat kondisi itu, lanjut Didi, ada kemungkinan muncul poros ketiga yang menghasilkan pasangan capres-cawapres di luar Jokowi dan Prabowo. "Selama ini memang baru ada dua pasangan. Namun, politik itu dinamis," ujarnya.
Kemungkinan
Didi menegaskan, Demokrat cenderung tidak ingin jadi partai netral di Pemilu 2019. Dengan demikian, kemungkinan besar Demokrat akan membina koalisi dengan partai lain. "Kami masih melihat kesamaan yang paling bisa dibangun Demokrat dengan partai lain itu, apakah dengan koalisi Pak Jokowi, Pak Prabowo, atau poros baru," tuturnya.
Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan mengatakan, pihaknya juga masih mengkaji semua kemungkinan, termasuk opsi membangun poros ketiga. "Kecenderungan ke mana, belum bisa disimpulkan. Semua masih dikaji," ujarnya.
Bersamaan dengan itu, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan juga masih terus menjalin komunikasi dengan pimpinan partai untuk mencari pilihan yang terbaik bagi PAN di 2019. Bara tidak menampik, jika poros ketiga dibangun, peluang Zulkifli untuk jadi capres atau cawapres di 2019 akan lebih besar. Namun, imbuhnya, PAN akan realistis. Jika figur capres/cawapres yang ditampilkan oleh poros ketiga kecil kemungkinannya untuk menang, PAN tidak akan memaksakan lahirnya poros tersebut.
Kendati demikian, peneliti Populi Center, Hartanto Rosojati, menilai, kemungkinan terbentuknya poros ketiga akan sulit. Sebab, belum ada figur yang cukup kuat untuk menantang Prabowo dan Jokowi. "Elektabilitas Agus Harimurti memang tinggi, tetapi itu belum cukup mendobrak untuk jadi capres. Maka, kecenderungannya mungkin tetap akan terbagi ke dalam dua kubu," katanya. (APA/AGE)