Advokat Fredrich Yunadi kembali memancing perhatian. Alih-alih mencoba kooperatif dan mengikuti hukum acara yang berlaku, Yunadi kembali mencoba mencari-cari celah. Dengan alasan hak asasi manusia, Yunadi mendesak kepada majelis hakim untuk memenuhi keinginannya atau dirinya menolak hadir dalam persidangan selanjutnya.
Peristiwa tersebut terjadi seusai pembacaan putusan sela perkara upaya merintangi tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Setya Novanto, mantan Ketua DPR, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/3). Fredrich Yunadi duduk sebagai terdakwa dalam perkara itu.
Majelis hakim yang dipimpin Syaifuddin Zuhri menolak nota keberatan yang diajukan Yunadi dan kuasa hukumnya. Penolakan itu membuat Yunadi berang. Tanpa berpikir panjang, mantan kuasa hukum Setya Novanto ini pun langsung menyatakan hendak mengajukan banding.
Ketua Majelis Hakim Syaifuddin Zuhri mempersilakan jika Yunadi akan banding, tetapi harus menunggu pokok perkaranya selesai diperiksa. Yunadi tidak peduli.
”Tetap kami akan menyatakan perlawanan. Mohon dicatat, kami banding dan menyatakan perlawanan,” ujar Yunadi dengan nada tinggi.
Yunadi tidak menghiraukan dan terus berbicara. Ia meminta materi praperadilan yang gugur di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu dapat diperiksa juga oleh majelis hakim.
Di sisi lain, ia juga menuding penanganan perkaranya dilakukan penyidik palsu dan surat perintah penyidikannya juga palsu sehingga ia meminta sejumlah pejabat KPK, mulai dari Ketua KPK Agus Rahardjo, mantan Deputi Penindakan KPK Heru Winarko, hingga Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman, untuk bisa diminta keterangannya dalam persidangan.
Jaksa KPK, Roy Riady, pun berpendapat, putusan sela sudah dikeluarkan dan bukan lagi waktu untuk mengulang praperadilan.
”Kami memahami psikologi terdakwa tidak menerima putusan sela yang dibacakan. Terhadap apa yang disampaikan terdakwa, itu semua sudah tertuang pada eksepsi,” ujar Roy.
Ditolak hakim
Majelis hakim kemudian meminta waktu untuk membicarakannya. Majelis hakim pun keluar dari ruang sidang. Lima menit berlalu, kelima hakim masuk kembali ke ruang sidang. Syaifuddin menyampaikan, pihaknya tidak dapat memenuhi permintaan Yunadi.
”Permintaan untuk memeriksa materi praperadilan yang sudah gugur tak bisa kami terima. Permintaan untuk menghadirkan komisioner dan penyidik, kami tidak menerima. Kami tetap berpegang pada putusan sela yang sudah dibacakan. Kami perintahkan penuntut umum untuk melanjutkan permohonan pokok perkaranya,” tutur Syaifuddin.
Yunadi yang merasa tidak terima dengan keputusan majelis hakim pun kembali bersuara keras menyatakan keberatan dan mengklaim pemeriksaan praperadilan adalah haknya sehingga hakim semestinya memenuhi permintaannya.
”Kami beracara 30 tahun. Kami tahu prosedurnya. Saya keberatan. Kalau memang majelis hakim berpendapat begini, kami tak akan menghadiri sidang lagi. Saya punya hak,” ujar Yunadi.
Namun, majelis hakim dan jaksa seolah mengabaikannya dan tetap berdiskusi tentang waktu yang tepat untuk melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi. Di tengah pembahasan itu, Yunadi menyela.
”Kalau memang tetap dilanjutkan, saya tidak akan bicara dan tidak akan mendengarkan karena itu hak asasi manusia. Jangan memaksakan kehendak,” ujar Yunadi dengan nada kesal.
Kekesalan Yunadi tersebut tidak ditanggapi baik oleh hakim maupun jaksa. Sidang lanjutan untuk memeriksa saksi-saksi dijadwalkan dua pekan mendatang. Apakah Yunadi akan menepati omongannya? Kita tunggu saja.... (IAN)