KUPANG, KOMPAS-- Dalam soal politik, perempuan jangan mudah tunduk pada sistem patriarki. Saatnya perempuan membangun kekuatan untuk memilih perempuan dalam pesta demokrasi, dan tidak perlu tunduk pada pilihan suami. Perempuan perlu membangun jaringan untuk mencapai kuota minimal 20 persen dari total 30 persen di legislatif.
Ketua Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Nusa Tenggara Timur (NTT) Kristofora Benedicta Bantang dalam dialog publik "Peran Perempuan Menghadapi Tahun Politik 2018/2019" di Kupang, Selasa (6/3) mengatakan, dalam hal politik, sangat tergantung pada kaum perempuan NTT sendiri.
Meskipun sistem patriarki masih mendominasi kehidupan rumah tangga, dan masyarakat, perempuan punya hak memperjuangkan nasib sendiri, dalam pemilihan kepala daerah dan legislatif.
“Sering, dalam organisasi menjelang tahun politik, semua perempuan sepakat mendorong sejumlah nama perempuan maju dalam pemilihan gubernur, bupati, wali kota, atau anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tetapi setelah sampai di rumah, mereka berubah sikap ketika mendapat pilihan politik berbeda dari sang suami. Akhirnya, istri dan semua anak yang punya hak pilih, diarahkan memilih calon tertentu sesuai keinginan suami,” kata Bantang.
Akar masalahnya adalah sistem patriarki masih sangat dominan, di samping perempuan sendiri selalu takluk di depan pria. Perempuan belum memiliki pandangan, pikiran, dan prinsip yang tegas saat berhadapan dengan sang suami. Apalagi kalau suami itu seorang politisi dan anggota tim sukses dari pasangan calon tertentu.
Makin tak berdaya lagi, jika perempuan itu cuma seorang ibu rumah tangga. Ia tetap bergantung pada suami. Jika berbeda pilihan, keluarga bisa tidak akur secara berkepanjangan.
Saatnya bangkit
“Tetapi itu konsep lama. Saatnya perempuan bangkit memperjuangkan nasibnya. Perempuan pilih perempuan. Kalau bukan perempuan yang pilih, siapa lagi,” kata Bantang.
BKOW NTT mewadahi 25 organisasi wanita di NTT. Ia mengajak semua perempuan yang tergabung dalam organisasi perempuan untuk berani mengambil keputusan, meski bertolak belakang dengan pilihan suami atau parpol lain.
Pembina BKOW NTT Ny Lusia Lebu Raya mengatakan, kekuatan organisasi perempuan NTT tergantung pada manajemen. Jika manajemen kuat semua sistem organisasi itu berjalan baik.
Kuota 30 persen bagi perempuan duduk di legislatif, tetapi NTT baru mencapai sekitar 6 persen. Empat kabupaten di NTT tidak memiliki keterwalikan perempuan dalam pemilu 2014, yakni Lembata, Sikka, Flores Timur, Nageko, Sumba Tengah, dan Sumba Barat Daya. Kabupaten lain hanya menempatkan 2-6 perempuan dari total anggota DPRD 25-40 orang.
Tahun 2018, ada satu calon wakil gubernur NTT perempuan. Saat ini ada satu perempuan NTT sebagai wakil bupati. Tahun 2019, perempuan NTT harus bisa mencapai kursi 20 persen dari target 30 persen itu di legislatif. (KOR)