JAKARTA, KOMPAS - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM akan turun ke lapangan untuk membantu mempercepat penyelidikan kasus Novel Baswedan. Semua pihak, termasuk Novel, akan dimintai keterangan oleh tim khusus yang dibentuk oleh Komnas HAM pada Februari lalu.
Memasuki hari ke-333 kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), polisi belum bisa mengungkap pelakunya. Tim khusus dari Komnas HAM akan memastikan proses hukum yang dialami oleh Novel berjalan sesuai dengan prinsip HAM, prinsip hukum yang adil, dan mengungkap hambatan yang dialami.
Tim tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga dengan anggota Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM), M Choirul Anam (komisioner Komnas HAM), Franz Magnis-Suseno (pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara), Abdul Munir Mulkhan (akademisi), Alissa Wahid (Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian), dan Bivitri Susanti (pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera).
”Yang akan kami mintai keterangan pertama adalah korban (Novel). Dari korban, kami akan petakan siapa yang paling strategis untuk dimintai data atau bahan. Dari keterangan yang kami peroleh itu, kami akan merumuskan rekomendasi yang sesuai dengan temuan fakta,” tutur Choirul dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (9/3).
Rekomendasi itu akan disampaikan kepada pihak yang berwenang untuk ditindaklanjuti. ”Dalam kasus ini, kekuatan rekomendasi Komnas HAM bergantung pada keseriusan pemerintah dan penegak hukum dalam merespons apa yang kami sampaikan,” ujar Sandrayati.
Bivitri mengatakan, pihak yang memiliki kewenangan pro justitia adalah kepolisian. Komnas HAM lebih melihat bagaimana penegakan hukum itu dilakukan. ”Jangan sampai kasus ini tidak selesai. Orang ini disiram air keras. Di luar negeri, tindakan ini memalukan pemerintah kalau sampai tidak diusut. Ini bukan hanya soal korupsi, tetapi juga soal HAM,” katanya.
Tekanan publik
Wajah Novel disiram air keras seusai menunaikan shalat Subuh di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, 11 April 2017. Polisi pernah merilis sketsa dua wajah yang diduga pelaku penyiraman pada 24 November 2017. Sketsa itu tidak jauh berbeda dengan yang dikeluarkan kepolisian pada 31 Juli 2017 (Kompas, 21/2).
Rabu (7/3), Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta mengatakan, pengungkapan pelaku terkendala karena memakai helm dan tidak bisa diidentifikasi melalui rekaman kamera. Ia berharap Novel bisa memberikan keterangan setelah sembuh (Kompas, 8/3).
Alissa mengatakan, semua pihak punya kepentingan untuk menyelesaikan kasus ini. ”Presiden mengalami tekanan yang besar dari publik. Harapan masyarakat agar kepolisian menuntaskannya juga besar,” tuturnya.
Choirul menambahkan, pihaknya menerima pengaduan resmi dari istri Novel, Rina Emilda. Tim bentukan Komnas HAM direncanakan bekerja selama tiga bulan dan bisa diperpanjang jika diperlukan. Tim itu mulai bekerja minggu depan.