Jokowi: ”Saya Ini Seorang Demokrat”
Presiden Jokowi sesungguhnya melontarkan pernyataan tersebut untuk mengklarifikasi tudingan kepadanya di media sosial pada 2017. Kala itu, dia dituding sebagai pemimpin otoriter.
Dia pun mengungkapkan keheranannya terhadap tudingan itu dan menjawabnya dengan gayanya yang khas, sambil bercanda.
”Saya ini tidak ada potongan pemimpin yang otoriter. Penampilan saya tidak sangar. Ke mana-mana juga selalu tersenyum. Makanya, saya berani bilang kalau saya bukan pemimpin yang otoriter. Saya ini seorang demokrat,” tuturnya yang langsung disambut tepuk tangan membahana dari sekitar 11.000 kader Partai Demokrat dari seluruh Indonesia.
Sekalipun pernyataan itu dirangkai dalam konteks saat dirinya dituding otoriter, tetapi jelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019, saat elite-elite politik kian intens berkomunikasi menjajaki koalisi mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), pernyataan Presiden Jokowi itu bisa ditafsirkan lain. Tafsirnya, Jokowi tengah menggalang dukungan Demokrat agar ikut mengusungnya sebagai capres dalam Pemilu 2019 bersama lima partai yang sudah mengusung sebelumnya.
Terlebih lagi setelah itu Jokowi mengatakan, ”Saya dan Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat) beda tipis banget. Kalau saya seorang demokrat, Pak SBY tambah satu, yaitu Ketua Umum Partai Demokrat,” ujarnya tersenyum.
Tidak hanya dalam kata-kata, gestur Jokowi ikut memperkuat sinyalemen itu. Saat akan memukul gong sebagai tanda pembukaan Rapimnas Demokrat, Jokowi tiba-tiba melambaikan tangan ke Agus Harimurti Yudhoyono yang posisinya sedikit agak jauh lalu mengajaknya mendekat dan berdiri di sampingnya.
Maka, ketika Jokowi memukul gong, Agus—yang terus dipromosikan Demokrat untuk menjadi pemimpin nasional berikutnya—mendampingi dengan berdiri di samping kanan Presiden.
Sebelum Presiden Jokowi berpidato, SBY dalam pidatonya selama hampir 25 menit juga banyak memainkan bahasa politik. Misalnya, dua kali memohon doa restu dari Jokowi. Doa restu agar Rapimnas Demokrat yang digelar hingga Minggu (11/3) itu berjalan lancar. Kemudian, permintaan doa restu Jokowi agar Demokrat bisa sukses di Pemilu 2019.
SBY juga menyampaikan dukungan penuh ke Presiden untuk menciptakan pemilu jujur, adil, dan demokratis. Selanjutnya, SBY berharap agar Jokowi berhasil menuntaskan tugas hingga akhir masa bakti, Oktober 2019, dengan hasil baik serta sukses di Pemilu 2019. Doa dan harapan SBY terakhir adalah agar Jokowi dapat mengatasi dan mengelola tantangan ekonomi yang kini dihadapinya.
Jelang Pilpres 2019, bahasa-bahasa politik seperti itu memang bisa ditafsirkan seolah-olah Demokrat sudah dekat dengan Jokowi dan membuka peluang Demokrat akan ikut mengusung Jokowi.
Apalagi, SBY terkesan menguatkan tafsir ini dengan menyebutkan, Demokrat sangat bisa berjuang bersama Jokowi di 2019. Namun, kemudian dia menyampaikan, untuk bisa berkoalisi ada syaratnya, yaitu kerangka kebersamaannya tepat. Selain itu, visi, misi, dan platform pemerintahan 2019-2024 yang tepat dan disusun bersama, juga permintaan agar partai koalisi saling percaya dan menghormati.
Saling menghormati
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Jakarta, Hendri Satrio, melihat bahasa politik dalam pidato Jokowi dan SBY, kemudian gestur yang ditunjukkan Jokowi, sebatas cara masing-masing memberikan penghormatan. ”SBY menghormati Jokowi yang bersedia datang dan membuka rapimnas. Kemudian, Jokowi menghormati SBY di hadapan ribuan kader Demokrat yang hadir di rapimnas,” ujarnya.
Hendri pun melihat keduanya sebatas sama-sama ingin menunjukkan kemampuan berbahasa politik dan gestur politik. ”Jadi, seperti adu cerdas berbahasa politik dan gestur politik saja. SBY, seperti diketahui, memang ahli dengan gaya bahasa politiknya dan tampaknya Jokowi selama tiga tahun jadi Presiden belajar juga jadi politisi andal dengan menampilkan bahasa dan gestur politik,” tutur Hendri lagi.
Namun, untuk menyimpulkan Demokrat akan bergabung dari bahasa dan gestur politik yang ditampilkan, Hendri menilai terlalu dini. Pasalnya, jika Demokrat memang akan bergabung, keputusan itu langsung disampaikan SBY. Tak perlu mengajukan syarat usung Jokowi di 2019.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, Demokrat memang masih mengkaji semua kemungkinan. Apakah akan bergabung mengusung Jokowi, mendukung poros koalisi yang mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, atau justru membentuk poros baru alternatif bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Bahkan, Wakil Ketua Umum Demokrat Sjarifuddin Hasan menambahkan, rapimnas tidak secara khusus membahas capres-cawapres Demokrat pada 2019. Oleh karena itu, tidak ada keputusan terkait hal itu selama rapimnas. ”Rapimnas membahas strategi memenangkan pilkada tahun ini dan Pemilu 2019,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo, pembahasan membentuk poros alternatif baru dimulai. Jika pada pertemuan awal Demokrat jadi tuan rumah, setidaknya akan ada dua pertemuan lanjutan dengan PKB dan PAN sebagai tuan rumah. Jadi, ke mana Demokrat akan berlabuh di 2019? Publik tampaknya masih lama menanti.
(Antonius Ponco Anggoro/Nina Susilo)