JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan data pribadi penduduk yang direkam pemerintah oleh lembaga pemerintah lainnya sebaiknya memiliki landasan hukum yang kuat. Tanpa perlindungan hukum yang memadai, penggunaan data pribadi penduduk oleh lembaga negara akan mencederai hak privat seseorang.
Sinta Dewi Rosadi, akademisi yang juga anggota Tim Perumus Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi, di Jakarta, Selasa (13/3), menyatakan, untuk tujuan penegakan hukum, akses data kependudukan memang dibolehkan. Namun, dalam penerapannya di lapangan, menurut dia, memang harus dijelaskan peruntukan setiap upaya pengaksesan data diri atau data kependudukan oleh lembaga negara.
”Idealnya harus melalui perintah pengadilan, khususnya apabila menyangkut proses penyelidikan dan penyidikan,” kata Sinta.
Sehari sebelumnya, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menjalin kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam memanfaatkan data kependudukan yang direkam lewat proses pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Pemanfaatan data kependudukan tidak hanya terkait dengan akses identitas kependudukan, seperti KTP-el, kartu identitas anak (KIA), dan kartu keluarga (KK), bagi mantan narapidana terorisme, tapi juga untuk pemantauan warga sipil lainnya.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh seusai penandatanganan nota kesepahaman antarlembaga tersebut, Senin (12/3), mengatakan, BNPT sebagai lembaga negara memiliki hak yang luas untuk mengakses data kependudukan yang dimiliki Ditjen Dukcapil tanpa perlu izin dari pengadilan.
Selain data administrasi, data kependudukan yang boleh diakses untuk kepentingan keamanan adalah data biometrik Ditjen Dukcapil, seperti data sidik jari dan retina mata warga.
Data kependudukan yang terkoneksi dengan nomor telepon seluler, menurut Zudan, bisa digunakan pemerintah untuk memantau posisi orang melalui sistem navigasi telepon seluler.
Penerobosan hak privat
Secara terpisah, Deputi Direktur Riset Elsam Wahyudi Djafar mengatakan, apa yang dilakukan Ditjen Dukcapil merupakan penerobosan hak privat rakyat yang seharusnya dilindungi negara. Wahyudi menegaskan, harus ada batasan khusus yang diatur undang-undang untuk melindungi hak privat warga.
Apa yang dilakukan Ditjen Dukcapil merupakan penerobosan hak privat rakyat yang seharusnya dilindungi negara
Saat ini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan harmonisasi draf RUU Perlindungan Data Pribadi. Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Anthonius Malau mengatakan, ada tiga isu yang belum tuntas diharmonisasikan, yaitu pembentukan Komisi Penyelesaian Sengketa, sanksi pidana, dan definisi mengenai data pribadi.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Meutya Hafid mengatakan, pihaknya sudah memasukkan RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai prioritas. Meutya mendesak pemerintah segera menyerahkan draf RUU Perlindungan Data Pribadi. ”Kapan pun pemerintah siap, silakan masukkan ke Komisi I. Ini prioritas,” ujar Meutya.