SURABAYA, KOMPAS – Hampir 40 persen pemilih belum menentukan sikap ke mana dukungan akan diberikan saat pemungutan suara pada Pilkada Jawa Timur. Kondisi itu menandakan kerja mesin partai politik pengusung dan pendukung kontestan belum maksimal.
Pilgub Jatim diikuti oleh dua pasangan calon. Pasangan calon nomor urut 1 adalah mantan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa – Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak yang diusung koalisi Partai Demokrat, Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Nasdem, Hanura, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (nonparlemen) dengan kekuatan 42 kursi di DPRD Jatim. Pasangan calon dengan nomor urut 2 adalah Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf – Anggota DPR Puti Guntur Soekarno yang diusung koalisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), PDI-P, Gerindra, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan kekuatan 58 kursi di parlemen provinsi.
Menurut hasil survey elektabilitas Litbang Kompas yang disosialisasikan dalam diskusi publik, Kamis (15/3), di Universitas Airlangga, Surabaya, ada 38,3 persen pemilih Khofifah-Emil yang mengaku bisa berubah pilihan. Kondisi serupa juga dialami oleh 37 persen pemilih Saifullah-Puti. Dengan mempertimbangkan nirpencuplikan penelitian plus minus 3,46 persen, pemilih Khofifah-Emil yang belum mantap berada dalam rentang 34,84-41,76 persen. Untuk pasangan Saifullah-Puti, pemilih belum mantap 33,54-40,46 persen.
Survey berlangsung 19 Februari-4 Maret 2018 terhadap 800 responden di Jatim, berusia di atas 17 tahun, dipilih secara acak dengan metode proporsional bertingkat, dan menghasilkan tingkat kepercayaan 95 persen. Tingkat keterpilihan Khofifah-Emil 44,5 persen plus minus 3,46 persen. Untuk Saifullah-Puti 44 persen plus minus 3,46 persen.
Peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu mengungkapkan, ada 53,1 persen responden yang mengaku tidak akan mengubah pilihan terhadap Khofifah-Emil. Untuk Saifullah-Puti, pemilih berkeyakinan tinggi mencapai 56,6 persen. Namun, keberadaan 33,54-41,76 persen pemilih yang masih berubah menandakan bahwa kerja mesin politik belum maksimal untuk membumikan sosok kontestan.
Menurut dia, boleh jadi pemilih masih bingung untuk memantapkan pilihan kepada Khofifah atau Saifullah. Padahal, kedua sosok ini cukup dikenal oleh publik Jatim. Saifullah menjabat Wagub Jatim dua periode. Khofifah kelahiran Jatim dan masih menjabat Ketua Umum Muslimat NU. Dalam kondisi inilah, peran partai politik untuk kian mendekatkan kontestan ke publik amat besar.
Sosok menentukan
Dosen Ilmu Politik Unair Fahrul Muzaqqi menilai, masih besarnya sikap bimbang pemilih mungkin terkait dengan kondisi terkini dalam situasi politik. Pemilih saat ini mengabaikan keterkaitan antara kontestan dan partai politik pengusung dan pendukung. Misalnya, seorang pemilih yang punya kedekatan ideologi dengan suatu partai, misalnya dengan PDIP, belum tentu memilih Saifullah atau Puti.
“Untuk pilkada, yang dilihat adalah karakter dan rekam jejak kontestan. Sosok amat menentukan,” katanya.
Dosen Ilmu Sosiologi Unair Novri Susan mengatakan, pemilih saat ini tidak terlalu mempertimbangkan misalnya latar belakang partai, ideologi, atau organisasi sosok. Jika latar belakang sosok berkebalikan dengan seorang pemilih, bukan berarti sosok itu tidak akan dipilih. “Kalau pemilihnya terpikat dengan kinerja atau pengalaman, perbedaan latar belakang bisa disingkirkan,” katanya.
Menurut lembaga survey lainnya, Polmark Indonesia, warga Jatim diyakini cukup bergairah untuk memberikan hak pilihnya dalam pemungutan suara. Direktur Riset Polmark Indonesia Eko Subiantoro mengungkapkan, hampir 74 persen responden mengetahui pemungutan suara Pilgub Jatim dan pilkada serentak di 18 kabupaten/kota di Jatim akan dilaksanakan pada 27 Juni 2018. Sebanyak 80 persen responden menyatakan akan memberikan hak pilihnya untuk Khofifah-Emil atau Saifullah-Puti. Yang 15 persen lainnya masih ragu apakah akan menggunakan hak pilih atau tidak sementara sisanya yang 5 persen tidak menjawab.
Karakter Gubernur Jatim seperti apa yang diinginkan oleh responden Polmark Indonesia itu? Survei menunjukkan 38 persen responden menginginkan sosok yang jujur, merakyat atau peduli orang miskin (28 persen), tegas (12 persen), pandai menempatkan diri (6 persen), dan gabungan sifat lainnya (16 persen).
“Yang unik adalah pertimbangan pemilih terhadap kontestan,” ujar Eko. Sebanyak 92 persen responden mempertimbangkan ketaatan beragama kontestan sebagai pertimbangan utama memilih. Berikutnya ialah agama kontestan yang sama dengan keyakinan mayoritas responden yakni Islam (89 persen), pengalaman dalam birokrasi atau pemerintahan (86 persen), berpenampilan menarik dan berkharisma (85 persen), putra daerah atau kelahiran Jatim (75 persen).
Selain itu, responden sedikit cenderung memilih kontestan lelaki (50,9 persen), kesukuan yang sama dengan mayoritas pemilih yang menjadi responden yakni Jawa, Madura, atau campurannya (50 persen), dekat dengan partai politik (38 persen), diusung partai yang menjadi pilihan responden (25 persen), dan berusia muda (25 persen).
Sebanyak 50,1 persen responden menyatakan mantap telah menjatuhkan pilihan kepada Khofifah-Emil atau Saifullah-Puti. Yang 49,9 persen masih melihat perkembangan sebelum benar-benar mantap menjatuhkan pilihan. “Inilah yang bisa dimanfaatkan oleh tim pemenangan untuk menarik simpati,” ujar Kacung Maridjan, guru besar Ilmu Politik Universitas Airlangga yang hadir sebagai pembahas hasil survei itu.