JAKARTA, KOMPAS- Arief Hidayat dijadwalkan untuk mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi untuk periode yang kedua di Istana Negara, Selasa (27/3) ini. Arief yang pertama kali menjadi hakim konstitusi tahun 2013, akan mengemban masa tugas kedua pada 2018-2023 setelah namanya disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat selaku pengusung.
Kepastian mengenai jadwal pengucapan sumpah itu baru diperoleh Senin (26/3) sore. Arief dijadwalkan mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo, Selasa ini, pukul 14.00. Pada saat bersamaan, Presiden juga akan melantik Wakil Gubernur Kepulauan Riau sisa masa jabatan tahun 2016-2021 Isdianto.
“Pak Arief sebenarnya akan berakhir masa jabatannya pada 1 April 2018, tetapi karena hari itu jatuh pada Minggu, dan pada tanggal 30 Maret adalah hari libur Paskah, maka pilihannya adalah pengucapan sumpah dilakukan pada Selasa, 27 Maret 2018,” kata Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah, Senin di Jakarta.
Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Arief sebagai hakim konstitusi, masa jabatannya sebagai Ketua MK pun berakhir pada 1 April 2018. Sembilan hakim konstitusi diharapkan telah memilih ketua baru sebelum masa jabatan Arief berakhir per 1 April 2018.
“Mengenai kapan pemilihan Ketua MK itu dilakukan sepenuhnya bergantung kepada para hakim. Mereka akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang akan membahas hal ini secara khusus. Masih ada waktu hingga 1 April 2018 bagi para hakim untuk memilih Ketua MK,” ungkap Guntur.
Mengenai kapan pemilihan Ketua MK itu dilakukan sepenuhnya bergantung kepada para hakim. Mereka akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang akan membahas hal ini secara khusus. Masih ada waktu hingga 1 April 2018 bagi para hakim untuk memilih Ketua MK
Arief pertama kali terpilih sebagai Ketua MK pada Januari 2015, untuk menggantikan posisi Hamdan Zoelva. Masa jabatan sebagai ketua periode pertama itu berakhir pada 14 Juli 2017. Rapat pleno hakim MK ketika itu secara aklamasi memilih kembali Arief menjadi ketua untuk periode kedua. Namun, pada 1 April 2018 mendatang, masa keanggotaannya sebagai hakim konstitusi berakhir, sehingga dilakukan seleksi ulang untuk memilih hakim pengganti. Pada 7 Desember 2017, rapat paripurna DPR menyetujui Arief menjadi hakim konstitusi kembali untuk periode kedua.
Jabatan berakhir
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia Satya Arinanto mengatakan, masa jabatan Arief sebagai Ketua MK seharusnya adalah 2017-2022. Namun, karena masa jabatannya sebagai hakim telah berakhir per 1 April 2018, otomatis jabatannya sebagai Ketua MK juga berakhir pada tanggal yang sama.
“Karena sekarang beliau sudah terpilih menjadi hakim lagi, maka untuk jabatan Ketua MK harus dilakukan pemilihan lagi. Hal itu diatur di dalam Undang-undang MK Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011. UU MK mengatur bahwa seseorang hanya bisa menjadi Ketua MK dalam dua periode,"ujar Satya.
Terkait ketentuan masa jabatan Ketua MK ini, Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, Arief tidak bisa dipilih kembali sebagai ketua, lantaran sudah pernah menjabat selama dua periode. “Ukuran dua periode di sini tidak dibatasi tahun, sebab yang dimaksud adalah dua kali periode yang selesai (lima tahun) maupun periode yang tidak selesai. Sekalipun seharusnya periode kepemimpinan Arief sebagai ketua hingga 2022, tetapi ia tidak bisa lagi melanjutkan posisi itu. Sebab, masa jabatannya sebagai hakim telah selesai. Harus ada pemilihan ketua yang baru untuk mengisi posisi yang lowong,” katanya.
Penggiat Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK Laloa Easter berharap Presiden membatalkan pengucapan sumpah Arief tersebut. Arief dinilai terbukti dua kali melakukan pelanggaran etik, sehingga hal itu semestinya menjadi pertimbangan Presiden untuk tidak menghadiri atau menyaksikan pengucapan sumpah oleh Arief Hidayat.
Perbaikan
Mantan hakim MK Harjono berharap, terpilihnya kembali Arief sebagai hakim konstitusi bisa memberi perbaikan dan warna bagi kualitas putusan MK. Kualitas putusan MK belakangan ini disoroti publik lantaran menimbulkan kontroversi dan dinilai tidak konsisten dengan sejumlah putusan terdahulu.
“Buatlah putusan sebaik mungkin dan selengkap mungkin, sehingga tidak muncul tafsir macam-macam soal putusan ini yang pada akhirnya membuat mahkamah membuat pernyataan di luar putusan itu sendiri. Problem akan terjadi bila mahkamah mengeluarkan putusan yang tidak menjadi solusi, tetapi malah menimbulkan kontroversi,” kata Harjono.
Buatlah putusan sebaik mungkin dan selengkap mungkin, sehingga tidak muncul tafsir macam-macam soal putusan ini yang pada akhirnya membuat mahkamah membuat pernyataan di luar putusan itu sendiri. Problem akan terjadi bila mahkamah mengeluarkan putusan yang tidak menjadi solusi, tetapi malah menimbulkan kontroversi
Terkait dengan pemilihan Ketua MK yang baru pascapengucapan sumpah Arief, menurut Harjono, itu sudah menjadi kelaziman di MK. Ketika seorang hakim konstitusi yang juga menjabat Ketua MK diambil lagi sumpahnya, itu menandakan masa jabatannya sebagai anggota dan ketua telah berakhir. Oleh karenanya, harus dilakukan pemilihan ketua kembali.
“Saya punya pengalaman dulu saat Akil Mochtar terpilih kembali menjadi hakim untuk periode kedua, juga mengadakan pemilihan ketua baru, kendati masa jabatannya belum berakhir. Sebab pengucapan sumpah di hadapan Presdien itu menandai bahwa seseorang menjadi hakim baru, sehingga jabatan di periode sebelumnya otomatis berakhir,” katanya.