JAKARTA, KOMPAS - Sampai Maret 2018, dana alokasi khusus di daerah belum terserap sama sekali. Masalah birokrasi seperti persyaratan pencairan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, serta sistem pelaporan dituding menjadi penyebab rendahnya penyerapan anggaran yang ditransfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ke pemerintah daerah tersebut.
Hal serupa juga terjadi pada periode yang sama tahun 2017. Kondisi ini membuat program pembangunan pemerintah berjalan lamban di lapangan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) untuk mengevaluasi hal ini di Kantor Wakil Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/3). Rapat dihadiri, antara lain, oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Dari unsur pemerintah daerah juga hadir Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Airin Rachmi Diani, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Sokhi’atulö Laoli, dan Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Syahrul Yasin Limpo.
”Sekarang ini, pada posisi Maret, penyerapan untuk DAK fisik itu masih nol persen, padahal seharusnya pada Februari alokasinya sudah bisa mencapai 25 persen,” kata Sri seusai rapat.
Pada 2018, DAK yang disiapkan APBN mencapai Rp 62,43 triliun. Jumlah ini terbagi menjadi DAK reguler senilai Rp 31,35 triliun, DAK penugasan Rp 24,46 triliun, dan DAK afirmasi Rp 6,62 triliun. Adapun pencairannya dilakukan dalam tiga tahap, yakni 25 persen pada Februari, 45 persen (April), dan 30 persen (September).
Hal serupa, menurut Pelaksana tugas Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Diah Indrajati, juga terjadi pada periode sama pada 2017. Proses lelang dan kontrak proyek pemerintah yang lambat adalah salah satu penyebab kelambatan. Banyaknya petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang belum ditetapkan oleh kementerian/lembaga terkait juga membuat daerah tak berani segera melaksanakan program.
Juklak dan juknis ini, kata Diah, terkait dengan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta diterbitkan kementerian/lembaga terkait. Keluhan lainnya terkait persyaratan pencairan yang dinilai rumit karena harus mencantumkan hasil dan manfaat serta sistem pelaporannya.
Lewat musrenbang
Kendati diusulkan oleh pemerintah daerah, kata Mendagri, DAK tak bisa serta-merta dijanjikan dari awal. Sebab, penentuan APBN tetap dilakukan pemerintah pusat bersama DPR.
”Tapi, secara prinsip, alokasi dana untuk semua daerah itu lewat musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) teknis sehingga alokasinya jelas, masalah kesehatan, perumahan, air minum, sanitasi, pendidikan, kemudian infrastruktur jalan dan irigasi,” ujarnya.