JAKARTA, KOMPAS — Anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah menjalani pemeriksaan pertama kalinya sebagai tersangka pada Rabu (28/3). Fayakhun sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 14 Februari lalu terkait dugaan korupsi pengadaan satelit monitoring dan pesawat nirawak di Badan Keamanan Laut pada APBN-P 2016.
”Penahanan dilakukan dengan melihat syarat formal dan materiil yang sudah terpenuhi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK Jakarta. Fayakhun selanjutnya akan ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan cabang KPK kavling K4.
Menurut Febri, penyidikan terhadap Fayakhun diharapkan menjadi pintu masuk mendalami dugaan kasus suap pengadaan barang di Bakamlah yang melibatkan pihak-pihak lainnya. Selain diduga menerima suap berupa hadiah atau janji terkait jabatannya berupa fee atas jasanya memuluskan anggaran pengadaan barang di Bakamla, Fayakhun juga berpotensi dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang.
Pada sidang terdakwa Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla atau pejabat pembuat komitmen proyek pengadaan barang Bakamla, Nofel Hasan, pada 24 Januari lalu, jaksa menunjukkan bukti uang senilai 900.000 dollar AS yang diterima Fayakhun di rekeningnya di luar negeri. Di antaranya, 100.000 dollar AS dan 200.000 dollar AS lewat Zhejiang Hangzhou Yuhang Rural Commercial Bank Company Limited. Juga 100.000 dollar AS ke JP Morgan Chase Bank New York dan 500.000 dollar AS lewat JP Morgan International Bank Limited Brussels.
Sejak operasi tangkap tangan KPK pada 14 Desember 2016, hingga kini, lima orang telah diadili dan dijatuhi vonis. Selain Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah; kuasa pengguna anggaran proyek pengadaan satelit monitoring dan drone Bakamla Eko Susilo Hadi; juga dua anggota staf Fahmi, yaitu M Adami Okta dan Hardy Stefanus. Adapun di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Laksamana Pertama Bambang Udoyo selaku pejabat pembuat komitmen proyek itu juga telah divonis. (IAN)