Persaingan Ketat Tanpa Figur Dominan
Hasil Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Barat tahun 2018 ini sulit ditebak. Pasalnya, pemilihan kepala daerah tahun ini tidak ada sosok dominan sebagaimana yang terjadi pada Pilkada 2013.
Pada Pilkada 2013, popularitas dan elektabilitas gubernur petahana Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi jauh mengungguli tiga pasangan calon lain. Zainul Majdi dan pasangannya Muh Amin memperoleh dukungan lebih dari 44 persen suara dan menang di 6 dari 10 kabupaten/kota di NTB.
Sosok TGB Zainul Majdi yang muda, santun, dan religius dinilai berhasil memimpin Provinsi Nusa Tenggara Barat ke arah yang lebih baik selama periode tahun 2008–2013. Hal itu membuat Pilkada NTB pada 5 tahun lalu mudah ditebak hasilnya.
Persentase penduduk miskin pada 2003 sebesar 26,34 persen berkurang jadi 23,1 persen dan tahun-tahun terakhir masa jabatannya tahun 2017 tinggal 16,07 persen. Demikian juga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meningkat signifikan dari tahun ke tahun jadi 65,81, kendati masih di bawah IPM Indonesia yang besarnya 70,18.
Capaian prestasi TGB Zainul Majdi itu menjadikannya sosok yang dihormati dan populer bagi masyarakat NTB.
”Pilkada sekarang enggak bisa ditebak mana yang akan menang. Tidak ada yang lebih menonjol seperti TGB,” kata Rudi (30), warga Lombok Tengah.
Kekuatan berimbang
Tidak adanya figur dominan tidak berarti Pilkada Gubernur NTB tidak diikuti oleh paslon yang punya basis massa. Hal ini terlihat dari komposisi pasangan calon peserta pilkada. Dari empat pasangan calon yang maju di Pilkada NTB 2018 ini, tiga calon gubernur merupakan bupati, wali kota atau wakil gubernur. Satu- satunya calon gubernur nonkepala daerah adalah Zulkieflimansyah, anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Darmansyah, dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Mataram, berdasarkan empat basis dukungan (basis politik, ekonomi, sosial, dan budaya), keempat pasangan cukup berimbang.
”Ada pasangan yang memiliki basis politik besar, tetapi basis sosialnya kurang, begitu juga sebaliknya,” ujarnya.
Kontestan pilkada dari kepala daerah, seperti Moh Suhaili (Bupati Lombok Tengah), TGH Ahyar Abduh (Wali Kota Mataram) dan Moch Ali Bin Dachlan (Bupati Lombok Timur) punya basis massa dan sosial di wilayahnya masing-masing. Apalagi para petahana itu sudah dua periode menjabat bupati atau wali kota.
Demikian juga dengan calon wakil gubernur Muh Amin, posisinya sebagai saat ini sebagai wagub jadi modal signifikan.
Salah satu indikator besar-kecilnya basis politik yang dimiliki oleh pasangan calon dalam pilkada adalah seberapa besar dukungan dari partai politik pengusung atau pendukung. Kendati jumlah parpol pendukung tidak serta-merta mencerminkan hasil yang akan diperoleh dalam pilkada, tetapi setidaknya dapat dilihat dari jumlah kursi di DPRD.
Dalam konstelasi ini, pasangan Ahyar Abduh-Mori Hanafi punya basis politik paling besar dibandingkan dengan paslon lain. Pasangan ini didukung koalisi besar, yang terdiri atas 6 parpol (Gerindra, PPP, PDI-P, PAN, Hanura, dan PBB) dengan jumlah kursi di DPRD sebesar 32 kursi atau hampir 50 persen. Sementara pasangan Suhaili-Amin didukung Partai Golkar, Nasdem, dan PKB dengan total 19 kursi. Ahyar dulu Ketua DPC Golkar kota Mataram dan Golkar menang di Mataram.
Kendati tidak sebanyak pasangan Ahyar-Mori, pasangan calon Suhaili-Amin didukung Golkar, partai yang selalu menang dan mendominasi pemilu di NTB selama ini. Pasangan Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi yang adalah kakak kandung TGB Zainul Majdi didukung Partai Demokrat dan PKS dengan 14 kursi. Pasangan Ali BD-TGH Ali Wirasakti maju dari jalur perseorangan.
Ulama
Situasi sosial kemasyarakatan hingga politik di NTB terutama di Pulau Lombok selama ini tidak bisa dipisahkan dengan peran para ulama atau Tuan Guru, sebutan atau gelar untuk seseorang atau ulama yang memiliki ilmu agama mumpuni.
”Di Pulau Lombok, tokoh agama atau Tuan Guru punya peran cukup besar. Banyak calon kepala daerah yang bukan Tuan Guru akan mencoba menjalin hubungan dengan para Tuan Guru untuk mendapat dukungan dalam rangka menjaring pemilih dari jemaah para Tuan Guru itu,” kata Darmansyah.
Ada dua calon dalam Pilkada Gubernur NTB yang memiliki sebutan Tuan Guru, mereka adalah TGH Ahyar Abduh dan calon wakil gubernur jalur perseorangan TGH Ali Wirasakti. Ali Wirasakti seperti juga Gubernur NTB saat ini, yaitu TGB Zainul Majdi, adalah cucu TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, pendiri gerakan Nahdlatul Wathan. TGB Zainul Majdi adalah adik sepupu Ali Wirasakti.
”Pengaruh NW sangat krusial. Dua per tiga penduduk NTB adalah suku Sasak yang tinggal di Pulau Lombok. Suku Sasak sebagian besar berafiliasi ke NW,” kata Darmansyah.
Pertarungan antara pasangan calon Ali BD-Ali Wirasakti dan Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi kemungkinan besar terjadi di Kabupaten Lombok Timur. Lombok Timur memiliki pemilih terbesar di antara 10 kabupaten/kota di NTB. Tak kurang dari 23 persen jumlah pemilih berada di Kabupaten tempat kelahiran NW.
Kombinasi
Ditilik dari komposisi wilayahnya, NTB terbagi menjadi dua wilayah besar, yakni wilayah Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Kendati Sumbawa memiliki luas wilayah yang lebih besar, jumlah penduduknya jauh di bawah penduduk Pulau Lombok. Sekitar 70 persen pemilih bertempat tinggal di wilayah Lombok.
Oleh karena itu, perebutan pemilih dalam Pilkada NTB sering kali difokuskan di tiga wilayah dengan pemilih terbesar, yakni Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Barat. Meski jumlah pemilih di Pulau Sumbawa kurang dari sepertiga jumlah pemilih NTB secara keseluruhan, pasangan calon berusaha untuk mengombinasikan calon yang mewakili wilayah itu.
Pasangan Suhaili–Amin, misalnya, Suhaili berasal dari Lombok Tengah, sedangkan Muh Amin dari Sumbawa Besar. Untuk pasangan Ahyar–Mori Hanafi, Ahyar dari Mataram, Lombok sementara Amin dari Kota Bima di Pulau Sumbawa. Juga demikian dengan pasangan Zulkieflimansyah yang berasal dari Sumbawa dan Sitti Rohmi yang berasal dari Lombok Timur. Hanya satu pasangan, yaitu Ali BD-Ali Wirasakti, yang tidak mengombinasikan keterwakilan ke dua pulau karena keduanya dari Kabupaten Lombok Timur.
Pelaksanaan Pilkada NTB tinggal tiga bulan lagi. Banyak harapan dari masyarakat yang ditumpukan kepada empat paslon yang akan berlaga bulan Juni nanti agar bisa memenuhi janji-janji yang dicanangkan selama kampanye jika nanti terpilih memimpin NTB.
(ANUNG WENDYARTAKA/LITBANG KOMPAS)