Pemahaman HAM untuk Anggota Polri Perlu Ditingkatkan
Oleh
M Ikhsan Mahar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Budaya kekerasan di tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia belum sepenuhnya hilang. Terkait hal itu, pemahaman tentang hak asasi manusia perlu ditingkatkan, tidak hanya untuk pelaksanaan tugas yang bersentuhan dengan masyarakat, tetapi juga dalam hubungan di internal kepolisian.
Bukti masih ada budaya kekerasan terlihat dari adanya penganiayaan yang dilakukan tiga personel Kepolisian Daerah (Polda) Gorontalo, yaitu Brigadir Dua (Bripda) Sigit Tamayahu, Bripda Wais Datau, dan Bripda Apit Lasena, pada 24 Maret lalu kepada empat yunior mereka. Ketiganya adalah anggota Direktorat Sabhara Polda Gorontalo yang merupakan angkatan Sekolah Polisi Negara (SPN) tahun 2016.
Empat anggota Polri yang menjadi korban ialah Bripda Isnain Yusuf, Bripda Haris Musa, Bripda M Agung Maloto, dan Bripda Fatan Zain. Mereka terdaftar sebagai siswa SPN pada 2017. Para pelaku menampar sekaligus memukul perut korban.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, Jumat (30/3), di Jakarta menekankan, pimpinan Polri perlu mengevaluasi efektivitas reformasi kultur yang dilakukan institusi tersebut sejak berpisah dari TNI pada 1999.
Sebenarnya, kata Poengky, sistem pendidikan anggota Polri secara perlahan mulai meninggalkan unsur militeristik. Pendidikan anggota kepolisian menekankan pendidikan berbasis humanisme seiring dengan tugas Polri untuk melayani masyarakat. Atas dasar itu, para pelaku penganiayaan di internal Polri perlu dijatuhi hukuman tegas agar ada efek jera.
”Peristiwa di Gorontalo menunjukkan bahwa perlu ada peningkatan pendidikan berbasis hak asasi manusia (HAM) di seluruh sistem pendidikan, pelatihan, dan kursus Polri,” kata Poengky.
Peristiwa di Gorontalo menunjukkan bahwa perlu ada peningkatan pendidikan berbasis hak asasi manusia (HAM) di seluruh sistem pendidikan, pelatihan, dan kursus Polri
Sanksi tegas
Terkait dengan peristiwa itu, Asisten Kepala Polri Bidang Sumber Daya Manusia Inspektur Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan, ketiga pelaku kekerasan itu telah ditahan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Gorontalo. Peristiwa tersebut terjadi ketika Isnain tengah mengadakan acara syukuran setelah menyelesaikan pendidikan SPN. Setelah acara itu, Isnain dijemput Haris menuju rumah Sigit yang mengundang keempat yuniornya itu. Setiba di rumah tersebut, keempatnya dimasukkan ke dalam sebuah kamar yang menjadi lokasi penganiayaan.
”Kami sudah peringatkan agar para pelaku diberikan sanksi tegas. Tujuannya, agar (kekerasan) itu tidak menjadi tradisi,” ujar Arief.
Ia memastikan, pihaknya tidak akan menoleransi perilaku kekerasan di tubuh Polri. Selain akan menjalani sidang etik di Divisi Propam Polri, ketiga pelaku juga akan menjalani penyelidikan pidana terkait dugaan penganiayaan.