Alotnya pembahasan membuat Panitia Khusus Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah tidak bisa mengambil keputusan terkait mekanisme pemilihan untuk mengisi posisi satu wakil ketua DPD yang baru. Pansus hanya bisa menawarkan tiga opsi mekanisme untuk nanti diputuskan dalam Sidang Paripurna DPD.
Tiga opsi itu ditawarkan karena Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) telah mengamanahkan penambahan jumlah wakil ketua DPD, dari saat ini dua jadi tiga orang.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Tertib DPD Ajiep Padindang, Rabu (4/4/2018), mengatakan, dari tiga opsi itu, pertama adalah tiap anggota DPD berhak mencalonkan diri dengan syarat memperoleh dukungan dari minimal 10 provinsi. Kemudian anggota DPD memilih dari calon yang ada, dan calon dengan suara terbanyak yang terpilih.
Opsi kedua, setiap anggota DPD berhak mencalonkan diri dengan syarat dukungan minimal 10 provinsi, kecuali dari provinsi yang anggota DPD-nya sudah menjadi pimpinan DPD saat ini. Kemudian calon terpilih dilihat dari suara terbanyak.
Ini berarti anggota DPD dari Maluku, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara tidak bisa mencalonkan diri. Sebab, tiga unsur pimpinan DPD saat ini berasal dari tiga provinsi itu.
Opsi ketiga, calon wakil ketua DPD akan dihadirkan dari dua kawasan Indonesia, yaitu barat dan timur. Kemudian calon dengan suara terbanyak akan menjabat wakil ketua DPD. Dengan mekanisme ini, setiap kawasan yang terdiri atas 17 provinsi terlebih dulu menentukan calon yang akan diajukan.
Sidang Paripurna DPD membahas hal ini setelah Pansus Tata Tertib DPD menyelesaikan penyusunan tata tertib DPD.
Di luar tiga opsi itu, anggota DPD dari Jawa Timur, Ahmad Nawardi, mengusulkan agar wakil ketua DPD yang baru mewakili wilayah tengah. Alasannya, Ketua DPD saat ini, Oesman Sapta Odang, dari wilayah tengah, yaitu Kalimantan Barat, diusulkan jadi mewakili seluruh wilayah. ”Jadi ketua mewakili seluruh wilayah. Kemudian keterwakilan tiga wilayah tecermin dari tiga wakil ketuanya,” katanya.
Rotasi Hanura ditolak
Keinginan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang untuk merotasi pimpinan fraksi dan alat kelengkapan DPR dari Hanura ditolak pimpinan DPR.
Melalui surat tertanggal 3 April 2018 yang ditandatangani Ketua DPR Bambang Soesatyo, disampaikan bahwa rapat pimpinan DPR telah memutuskan, berdasarkan penetapan putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, pimpinan DPR belum dapat memproses reposisi pimpinan fraksi dan alat kelengkapan DPR dari Hanura.
Reposisi diputuskan belum dapat dilakukan sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara ini.
Putusan sela dimaksud, memerintahkan penundaan pemberlakuan dari SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengakui kepengurusan Hanura yang dipimpin Ketua Umum Oesman Sapta Odang dan Sekjen Hanura Hery Lontung. SK ini jadi dasar bagi Hanura untuk melakukan reposisi.
Atas keputusan pimpinan DPR, Sarifudin Sudding yang ikut direposisi oleh Oesman menghargainya. Ketua DPP Hanura kubu Oesman, Inas Nasrullah Zubir, juga tidak mempermasalahkan keputusan pimpinan DPR tersebut.