JAKARTA, KOMPAS - Perkara korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik terus berlanjut. Kali ini, pengusaha Made Oka Masagung ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk 20 hari ke depan.
Oka, yang dua kali mangkir dari panggilan penyidik KPK untuk pemeriksaan sebagai tersangka, diduga memiliki peran cukup sentral. Dia diduga membantu mantan Ketua DPR Setya Novanto, yang telah menjadi terdakwa dalam perkara yang sama, menyamarkan aliran dana proyek tersebut.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyampaikan hal ini di Jakarta, Rabu (4/4/2018). ”Yang bersangkutan ditempatkan di rumah tahanan KPK kavling C1,” ujar Febri.
Oka semestinya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Kamis (29/3). Namun, kuasa hukumnya mengirimkan surat keterangan sakit. Dalam surat tersebut, Oka disebut tengah dirawat di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta. Penyidik pun menjadwalkan ulang untuk diperiksa pada Senin (2/4), tapi Oka masih sakit.
Oka merupakan rekan Novanto saat aktif di Kosgoro dan menyediakan rekening sejumlah perusahaannya untuk menampung aliran dana berkait proyek KTP-el (Kompas, 22/12/2017). Selama memberikan keterangan di persidangan perkara korupsi pengadaan KTP-el, Oka kerap mengaku lupa detail kejadian terkait perputaran uang hingga kronologi dirinya diminta membantu Novanto.
Status Oka dinaikkan dari saksi menjadi tersangka awal Maret 2018. Penetapannya sebagai tersangka bersama dengan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Novanto yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera.
Berdasarkan fakta persidangan dengan terdakwa Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Oka dan Irvanto mengelola perputaran uang dari proyek KTP elektronik. Jatah yang diduga untuk Novanto dikirim dari perusahaan Biomorf Mauritius milik Johannes Marliem disampaikan ke Oka dan Irvanto melalui perusahaan jasa penukaran valuta asing. Melalui Oka, uang yang sampai ke tangan Novanto sebesar 3,8 juta dollar Amerika Serikat. Sementara dari Irvanto diketahui sebanyak 3,5 juta dollar AS.
Melalui kuasa hukumnya, Bambang Hartono, Oka pun membantah kesaksian Novanto bahwa dirinya juga ikut mengalirkan uang ke anggota DPR lain, seperti Puan Maharani dan Pramono Anung.
Proyek Kemenhub
Dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Antonius Tonny Budiono, terungkap ada perusahaan yang disebut berkaitan dengan Novanto diduga ikut mendapat jatah proyek di Kementerian Perhubungan. Namun, dalam proyek pengelolaan alur pelayaran untuk Sungai Kapuas di Kalimantan Tengah, perusahaan ini gagal mengerjakannya karena tidak memenuhi persyaratan.
Tonny menjadi terdakwa atas perkara dugaan suap untuk kepentingan pengerukan di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, dan gratifikasi yang mencapai Rp 20 miliar. ”Terkait dengan proyek Kapuas Kalimantan Tengah, ada yang bisa dijelaskan?” tanya Ketua Majelis Hakim Syaifuddin Zuhri.
”Jadi, ada namanya PT Baruna Ocean. Dia mengajukan pengelolaan alur pelayaran Sungai Kapuas. Waktu mereka mengajukan ke menteri, ada jawaban menteri pada dasarnya setuju asal ada catatan investasi penuh oleh PT Baruna Ocean, harus diserahkan kajian teknis administrasi sesuai PP 64 tentang perizinan,” tutur Tonny.
”PT Baruna ini perusahaan siapa?” tanya Syaifuddin.
”Menurut info, ada kaitannya dengan saudara Setya Novanto,” jawab Tonny.
Merujuk berkas yang dimiliki Tonny dan jaksa, perusahaan yang dimaksud adalah PT Satria Baruna Ocean. Pada Juli 2015, perusahaan, yang disebut Tonny menang tanpa lelang tersebut, hendak mengerjakan proyek pengelolaan alur pelayaran Sungai Kapuas di Kalimantan Tengah. Pengajuan itu sudah disetujui sepanjang mengikuti peraturan.
Namun faktanya, persyaratan seperti studi kelayakan dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) tidak segera diserahkan sehingga akhirnya pelaksanaan proyek di lapangan tertunda. (IAN)