Relawan, Riuh Sebelum Kontestasi
Di salah satu restoran di jantung kota Jakarta, Jumat (6/4/2018), sekelompok orang dengan kaus bergambar mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berkumpul. Penampilan mereka dilengkapi selendang Merah Putih.
Dipimpin oleh Dondi Rivaldi, mantan aktivis 1998, mereka yang menamakan diri Relawan Gatot Nurmantyo untuk Rakyat (GNR) mendeklarasikan dukungan untuk Gatot menjadi pemimpin negara periode 2019-2024, jika tidak presiden atau wapres.
Alasannya, Gatot memiliki kualifikasi jadi pemimpin negara. Selain punya kepemimpinan kuat dan tegas, mengutamakan kepentingan rakyat, juga dianggap berkomitmen tinggi jaga Pancasila dan kebinekaan.
”Deklarasi ini jadi langkah awal kami untuk terus konsolidasi, sosialisasi, dan menggalang dukungan bagi Gatot di Indonesia,” ujar Dondi.
Dia mengklaim para relawan berasal dari beragam latar belakang, mulai dari mahasiswa, aktivis, nelayan, buruh, petani, pedagang kaki lima, hingga santri. Dondi juga mengklaim relawan GNR siap bergerak di 19 provinsi.
Meskipun, hingga kini, belum ada partai politik yang menyatakan mengusung Gatot pada 2019, Dondi meyakini hal itu akan berubah saat relawan GNR di banyak daerah mendeklarasikan diri. Ini akan menunjukkan GNR didukung rakyat. ”Kalau dari bawah banyak yang deklarasi, kami berharap partai membuka diri mengusung Gatot,” katanya.
Dondi meyakinkan relawan yang dipimpinnya tidak atas perintah Gatot. Bahkan dia mengaku belum pernah bertemu Gatot. Untuk memenuhi anggaran yang dibutuhkan relawan, hal itu dipenuhinya dengan usaha swadaya.
Sebelum relawan pendukung Gatot, ada pula relawan untuk bakal capres petahana Joko Widodo, di antaranya yang dilahirkan Partai Golkar. Kelompok relawan itu diberi nama Gojo atau Golkar Jokowi, yang dideklarasikan pada 16 Maret lalu.
Selain membantu pemenangan Jokowi, relawan tersebut dibentuk dengan harapan adanya dampak elektoral terhadap suara Golkar pada 2019. Harapannya, sosok Jokowi lebih familiar diasosiasikan dengan Golkar sehingga pemilih Jokowi akan lebih memilih Golkar pada pemilu.
Kendati demikian, Koordinator Nasional Relawan Gojo Rizal Mallarangeng menepis tujuan pembentukan relawan agar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dilirik jadi cawapres Jokowi. ”Kami tidak ngomong soal cawapres. Bukan masalah ada harapan (Golkar agar Airlangga jadi cawapres) atau tidak, tetapi tujuan kami tak ke situ,” ujar Rizal.
Demikian pula terkait dampak dari pembentukan relawan terhadap posisi tawar Golkar di koalisi pendukung Jokowi. Rizal tak menampik inisiatif Golkar membentuk relawan menunjukkan kontribusi Golkar memenangkan Jokowi. Namun, bukan berarti Golkar berharap mendapat imbalan jabatan tertentu di kabinet Jokowi. ”Kami belum memikirkan sampai ke sana,” katanya.
Sebelum relawan Gatot dan Jokowi ada, di sejumlah daerah juga bermunculan relawan dan kelompok yang mendeklarasikan dukungan ke Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar untuk jadi cawapres di 2019. Eksistensi mereka tak sebatas deklarasi, spanduk dan baliho bergambar Cak Imin sebagai cawapres 2019 juga bermunculan di banyak daerah dan tempat strategis yang mudah dilihat publik.
Senada dengan Dondi, Ketua DPP PKB Jazilul Fawaid pun mengklaim semua itu inisiatif masyarakat penuh. Tidak ada arahan, apalagi instruksi PKB ataupun Cak Imin. Meski demikian, dia mengatakan, inisiatif masyarakat selaras upaya jajaran struktural partai memopulerkan Cak Imin. ”Ini karena dari hasil diskusi di internal, kalau PKB ingin elektabilitasnya naik di 2019, harus ada figur yang ditonjolkan PKB ke publik. Figur yang kami angkat itu, ya ketua umum, Cak Imin,” jelasnya.
Dengan deklarasi dukungan di mana-mana, spanduk atau baliho Cak Imin mudah dijumpai, plus dukungan dari mesin partai, Jazilul yakin partai lain atau para bakal capres saat ini mempertimbangkan sosok Cak Imin.
”Ya, masyarakat sudah deklarasi di mana-mana, spanduk dan balihonya juga banyak, masak iya, sih, siapa pun yang berkontestasi di 2019 tak melihat itu,” kata Jazilul.
Selain Gatot, Jokowi, dan Cak Imin, tak sulit untuk menjumpai figur-figur lain yang relawan atau kelompok masyarakat lainnya mendeklarasikan diri untuk maju di 2019. Misalnya, deklarasi dukungan untuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto; putra presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono; mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli; dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang.
Motif kepentingan
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, melihat riuh deklarasi dukungan sebelum kontestasi pemilu dimulai lebih sarat dengan motif kepentingan.
Motif kepentingan dari para bakal calon itu, di antaranya untuk menunjukkan kepada partai-partai bahwa mereka sudah memiliki banyak pendukung dan siap bertarung di 2019 sehingga layak dipinang partai. Motif lainnya bisa juga untuk menunjukkan kepada bakal capres dan partai pengusung bahwa dirinya atau partainya serius mendukungnya. Dengan demikian, pantas memperoleh kursi cawapres atau jabatan menteri-menteri strategis jika capres terpilih.
Selain itu, motif kepentingan dari relawan atau kelompok masyarakat itu sendiri. Mereka berkaca pada hadiah berupa jabatan publik atau jabatan di perusahaan-perusahaan BUMN seperti dicontohkan relawan dan pendukung presiden. ”Jadi bisa saja mereka rela keluar pikiran, tenaga, dan biaya saat ini dengan harapan ada imbalannya,” katanya.
Belajar dari Pemilu Presiden 2014, relawan sesungguhnya jadi salah satu aktor politik yang mampu membantu meningkatkan elektabilitas calon. Namun, relawan yang hakikatnya, sesuai dengan makna kata sukarelawan, harusnya juga bekerja tanpa pamrih. Jadi, bukan lantas jadi relawan, tetapi berpolitik, apalagi minta balas jasa. (APA/AGE)