MANADO, KOMPAS - Setiap penjara dan rumah tahanan di Indonesia telah melebihi kapasitas sehingga nyaris tidak dapat menampung narapidana dan tahanan yang terus bertambah setiap tahun. Pertambahan narapidana dan tahanan setiap tahun mencapai 20.000 hingga 30.000 orang.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengemukakan hal tersebut saat kunjungan di Manado, Sulawesi Utara, Senin (9/4/2018). Yasonna didampingi Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie serta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Sulut Pondang Tambunan.
Yasonna menyebutkan, sebagian penjara di Indonesia telah melebihi kapasitas hingga 600 persen. Bahkan, penjara di Medan, Sumatera Utara, jumlah warga binaannya telah melebihi 700 persen dari kapasitas.
Indonesia memiliki 300 rumah tahanan (rutan) dan cabang rumah tahanan, lebih kurang 500 lembaga pemasyarakatan (lapas), 71 balai pemasyarakatan (bapas), serta 63 rumah penyimpanan benda sitaan negara (rupbasan).
Dalam tiga tahun belakangan, jumlah narapidana dan tahanan penghuni rutan dan lapas mencapai 232.000 orang dari 150.000 orang pada tahun 2015. Selama tiga tahun, pihak Kemenkum HAM telah membangun fisik ruang tahanan untuk 20.000 orang.
Yasonna mengatakan, sekitar 70 persen tahanan dan narapidana adalah mereka yang terjerat kasus narkotika dan obat-obatan. “Penjara kelebihan penghuni menjadi masalah krusial bangsa ini. Narapidana dan tahanan akan terus bertambah setiap tahun jika tak ada perubahan undang-undang narkotika dan obat terlarang,” katanya.
Kepala Rutan Kelas IIA Manado Tonny Martono mengatakan, pihaknya terpaksa memindahkan puluhan tahanan dan narapidana ke Lapas Tuminting Manado akibat jumlah tahanan yang terus bertambah. Jumlah tahanan di Rutan Manado hampir 400 orang dari kapasitas sebanyak 257 orang.
Kepala Lapas Tuminting Sulistio mengatakan, pemindahan tahanan dari Rutan Manado menambah beban disebabkan blok tahanan di sana juga sudah melebihi kapasitas. “Kita sama-sama overload,” katanya.
Sipir dipecat
Lebih jauh, Yasonna mengatakan, pembangunan rutan dan lapas baru akan mubazir seandainya undang-undang tentang narkoba tidak direvisi. Membeludaknya rutan dan lapas oleh tahanan yang terlibat kasus narkoba merupakan dampak dari penerapan Undang-Undang Narkoba.
Yasonna menilai, semestinya para pemakai yang menjadi korban mata rantai peredaran narkoba itu direhabilitasi, tetapi oleh hakim mereka dihukum dengan vonis sebagai pengedar ataupun kurir. Ia mengatakan, pihaknya telah bertindak tegas terhadap para sipir ataupun petugas lapas dan rutan yang terlibat perdagangan narkoba.
Selama tiga tahun belakangan pihaknya telah memecat 200 sipir dan petugas yang terlibat perdagangan dan peredaran narkoba di penjara. “Lebih dari 100 orang petugas lapas kami turunkan pangkat,” kata Yasonna.
Yasonna mengungkapkan data, sebanyak 5 juta orang di Indonesia terlibat dalam jaringan narkoba, mulai dari pemakai, kurir, pengedar, hingga gembong kelas kakap. Jumlah pemakai sebanyak ini menjadikan Indonesia pasar empuk penjualan narkoba internasional.
Oleh karena itu, revisi Undang-Undang Narkoba hingga gerakan pencegahan narkoba harus dilakukan secara masif dan massal mulai dari anak usia dini tingkat SD hingga perguruan tinggi. Pencegahan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Revisi Undang-Undang Narkoba sudah masuk di prolegnas (program legislasi nasional), sekarang tengah kami bahas,” kata Yasonna.