Parpol Persoalkan Metode Verifikasi Peserta Pemilu 2019
Oleh
DD07
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Metode verifikasi partai politik peserta Pemilu 2019 rawan dipersoalkan karena keadilannya bisa dipertanyakan. Sikap penyelenggara yang menunjukkan tanggung jawabnya penting untuk dikedepankan untuk menjawab tuduhan-tuduhan yang berpotensi muncul.
Selasa (10/4/2018), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang kedua dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu yang diajukan oleh sejumlah parpol yang tidak lolos menjadi peserta Pemilu 2019. Parpol itu adalah Partai Idaman, Partai Rakyat, dan Partai Republik.
Sebelumnya, ketiga parpol itu dinyatakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak lolos penelitian administrasi pada Desember 2017 karena tidak memenuhi sejumlah persyaratan, seperti kepengurusan, jumlah anggota, kantor tetap, dan nomor rekening. Pada Januari 2018, Badan Pengawas Pemilihan Umum menolak permohonan sengketa yang dilakukan parpol itu.
Partai Idaman dan Partai Rakyat diwakili oleh kuasa hukum mereka, Heriyanto. Pimpinan kedua partai itu tidak bisa hadir karena berada di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang pada waktu yang sama menggelar sidang keputusannya. Sementara itu, Partai Republik tidak diwakili siapa pun.
Di sisi lain, pihak Bawaslu diwakili oleh ketuanya, Abhan, serta anggotanya, Ratna Dewi Pettalolo dan Rahmat Bagja. Hadir pula Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU, Hasyim Asy\'ari.
Beberapa aduan pokok yang disampaikan oleh Heriyanto kepada Bawaslu dan KPU terkait perubahan regulasi yang diterapkan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu. PKPU yang baru itu dinilai menurunkan kualitas verifikasi. Selain itu, KPU dianggap tidak adil karena PKPU yang baru itu tidak diterapkan kepada semua parpol.
Menanggapi hal itu, KPU tegas menyatakan ketiga partai itu gagal memenuhi semua syarat penelitian administrasi. ”Dokumen parpol tidak lengkap sejak awal,” ujar Hasyim.
Arief menambahkan, pihak pengadu tidak menyampaikan semua fakta terkait PKPU. ”Pengadu menyembunyikan fakta lain. Ia mendalilkan untuk partai lain. Padahal, pengadu belum terkena kewajiban menjalankan apa yang diatur dalam PKPU No 6/2018,” ujarnya.
PKPU itu kemudian menjadi pokok soal yang dipertanyakan oleh anggota DKPP, Ida Budhiati. ”Ada perubahan PKPU di tengah pelaksanaan verifikasi parpol. Tuduhan bisa bermacam-macam kalau ini tidak clear. Bagaimana penjelasannya terhadap pertanggungjawaban metodologi verifikasi. Ini dikhawatirkan bisa berpengaruh pada kualitas verifikasi dan kelembagaan demokrasi,” ujarnya kepada KPU.
Merespons itu, Hasyim menjelaskan, PKPU No 11/2017 diubah menjadi PKPU No 6/2018 setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa verifikasi harus dilakukan kepada semua parpol. Berdasarkan keputusan MK, waktu yang tersedia, kapasitas sumber daya manusia, dan anggaran, metode verifikasi perlu diubah. Sebelum keputusan MK itu, parpol yang sudah pernah lulus verifikasi sebelumnya tidak perlu diverifikasi ulang.
Pada Selasa itu juga, PTUN menolak gugatan Partai Idaman terkait keputusan KPU tidak meloloskannya pada tahap penelitian administrasi.