JAKARTA, KOMPAS - Penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan tak dapat hanya dilihat sebagai kasus hukum. Ditengarai ada persoalan di luar hukum yang membuat kasus ini belum juga terungkap.
”Butuh dukungan dari semua pihak untuk mengungkap kasus ini. Kasus ini jadi ujian atas komitmen kita dalam memberantas korupsi,” kata komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, di Jakarta, Selasa (10/4/2018).
Dua orang tak dikenal yang naik sepeda motor menyiram Novel dengan air keras pada 11 April 2017. Peristiwa yang terjadi seusai Novel menunaikan shalat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, ini, mengakibatkan mata kirinya cedera berat hingga harus menjalani serangkaian pengobatan di Singapura.
Polisi pernah merilis sketsa dua wajah yang diduga pelaku penyiraman pada 24 November 2017. Sketsa tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dikeluarkan kepolisian pada 31 Juli 2017.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal (Pol) Setyo Wasisto menuturkan, kasus penyerangan itu masih dalam tahap penyelidikan.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menuturkan, KPK terus melakukan kerja sama dan koordinasi dengan pihak kepolisian untuk mengungkap kasus ini. ”Tapi kami juga masih fokus pada penyembuhan Novel,” kata Saut sembari berharap kasus penyerangan terhadap Novel dapat segera diungkap.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengingatkan, penyelesaian kasus Novel bukan semata tentang Novel. Namun, penyelesaian kasus Novel juga tentang jaminan negara terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Tim khusus
Komnas HAM telah membentuk tim untuk memastikan kasus penyiraman air keras terhadap Novel diproses hukum sesuai dengan prinsip HAM dan prinsip hukum yang adil.
Terkait hal itu, Choirul Anam menuturkan, tim dari Komnas HAM telah bertemu dan minta penjelasan dari sejumlah pihak, seperti KPK, kepolisian, dan pakar tentang kasus ini. ”Saat ini, kami melihat, kasus Novel tak dapat hanya dilihat sebatas penyiraman air keras. Kasus Novel, ada kemiripan dengan kasus pembunuhan terhadap pegiat HAM Munir,” katanya.
Munir meninggal karena diracun saat dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam pada September 2004.
Guna mengungkap kasus Munir yang disebut sebagai ”ujian sejarah kita”, sejumlah langkah telah dilakukan. Beberapa orang juga telah diproses hukum. Namun, hingga saat ini, kasus itu tetap dinilai sejumlah pihak belum terungkap hingga tuntas.
”Saat mengungkap kasus Munir, muncul dukungan dari sejumlah pihak. Dukungan serupa juga dibutuhkan untuk mengungkap kasus Novel. Tantangan dalam mengungkap kasus Novel tak hanya berasal dari teknis hukum. Ada beberapa masalah lain di luar hukum yang juga harus dihadapi,” kata Choirul.