Tantangan dari Sektor Pertambangan
Empat pasangan calon mengikuti pemilihan gubernur-wakil gubernur Kalimatan Timur. Keempat pasangan merupakan mantan kepala daerah dan birokrat yang relatif telah dikenal masyarakat Kaltim.
Dari empat calon gubernur, tiga orang, yaitu Syaharie Jaang, Andi Sofyan Hasdam, dan Isran Noor, merupakan mantan kepala daerah tingkat kota/kabupaten. Ini membuat basis massa mereka terkait erat dengan wilayah yang pernah mereka pimpin.
Syaharie Jaang, misalnya, selama dua periode menjadi Wakil Wali Kota Samarinda, lalu dua periode lagi sebagai wali kota. Waktu 20 tahun cukup bagi Syaharie untuk membangun basis pemilihnya di Samarinda.
Kekuatan basis massa berdasarkan wilayah penguasaan politik akan diperkuat dengan basis sentimen etnisitas. Setiap pasangan, menurut pemerhati politik dari Universitas Mulawarman, Lutfi Wahyudi, juga mewakili etnis-etnis besar di Kaltim, yaitu Dayak, Kutai, Banjar, Jawa, dan Bugis.
Pasangan calon nomor urut satu, Andi Sofyan Hasdam-Rizal Effendi, mewakili etnis Bugis dan Banjar. Pasangan nomor urut dua, Syaharie Jaang- Awang Ferdian Hidayat, mewakili etnis Dayak dan Kutai. Pasangan nomor urut tiga yang juga mewakili etnis Kutai ada pada Isran Noor yang berpasangan dengan Hadi Mulyadi. Sementara pasangan nomor empat, Rusmadi-Safaruddin, mewakili etnis Jawa dan Bugis.
Namun, kesamaan etnis belum menjamin perolehan suara yang signifikan. Perbedaan etnis bisa dijembatani dengan mencari tokoh kunci yang dekat dengan etnis dan kelompok massa.
Keberadaan tim sukses dan partai politik (parpol) turut berperan dalam membangun kedekatan emosional pemilih. Pasangan Andi Sofyan Hasdam-Rizal Effendi menghadirkan kesan kuatnya restu dari Rita Widyasari, Bupati (nonaktif) Kutai Kartanegara. Terlepas dari kasus korupsi yang menimpanya, Rita diyakini punya pemilih loyal yang bisa mendukung kemenangan Andi Sofyan Hasdam-Rizal Effendi. Sementara sosok Ferdian, yang jadi wakil untuk Jaang, tak lepas dari figur ayahnya yang kini menjabat Gubernur Kaltim, yaitu Awang Faroek Ishak.
Dengan modal politik itu, upaya membangun kedekatan emosional tampaknya akan banyak dilakukan para calon. ”Setiap calon mengandalkan ketokohan mereka dan mencari orang-orang kunci yang punya pengaruh ke etnis lain,” ujar Lutfi.
Ekonomi terpuruk
Kaltim adalah daerah yang kaya sumber daya alam dan jadi salah satu tujuan urbanisasi. Tak heran, komposisi etnis Jawa di daerah ini menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, hingga sekitar 30 persen penduduk.
Hingga 2016, hampir dua pertiga perekonomian Kaltim ditopang sektor pertambangan dan penggalian serta industri pengolahan, khususnya pengolahan minyak dan gas. Tumpuan pada sektor itu, di masa jayanya, menghasilkan uang hingga ratusan triliun rupiah.
Namun, saat ini harga bahan tambang jatuh, kekayaan alam itu justru menghasilkan lubang yang mengancam ekonomi. Hingga pertengahan 2015, setidaknya 125 perusahaan batubara sudah menutup usaha (Kompas, 12/8/2015).
Tahun ini perusahaan minyak asal Amerika Sertikat, Chevron, juga menghentikan kontrak bagi hasil dengan Pemerintah Indonesia dalam pengelolaan blok minyak dan gas East Kalimantan.
Perginya Chevron berdampak serius karena produksi minyak dan kondensat Blok East Kalimantan (2016) ditargetkan mencapai 14.470 barrel per hari.
Salah satu alasan hengkangnya Chevron karena perusahaan itu ingin fokus menggarap proyek laut dalam (Indonesia Deepwater Development). Namun, kabar tak kompetitifnya peluang investasi di blok East Kalimantan juga jadi isu di balik hengkangnya Chevron. Tahun 2015, produksi gas bagi hasil dari East Kalimantan hanya sekitar 20.000 barrel per hari.
Lesunya pertambangan batubara dan industri eksplorasi minyak bumi berimbas pada penerimaan Pemprov Kaltim dan belanja daerah. Realisasi belanja Pemprov Kaltim tahun 2016 turun hingga Rp 2,85 triliun atau minus 28,16 persen dibandingkan dengan realisasi belanja tahun sebelumnya.
Menyusutnya anggaran belanja Pemprov Kaltim ini berdampak pada alokasi transfer bagi hasil pajak dan bantuan keuangan ke pemerintah kabupaten/ kota. Sepanjang 2015-2016, dana bagi hasil pajak ke pemerintah kabupaten/kota berkurang hingga Rp 994,32 miliar dan bantuan keuangan ke pemerintah kabupaten/kota juga turun Rp 516,96 miliar.
Sejalan dengan itu, BPS Kaltim pada Agustus 2016 menunjukkan, tingkat pengangguran terbuka di Kaltim mencapai 7,95 persen, termasuk di peringkat tiga teratas nasional.
Tutupnya perusahaan, meningkatnya pengangguran, dan menyusutnya anggaran belanja pemerintah menimbulkan efek kontraksi ekonomi secara bersamaan. Akhirnya, perekonomian Kaltim mencatat pertumbuhan minus. Tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Kaltim tercatat negatif 1,2 persen dan pada 2016 minus 0,36 persen.
Terobosan
Merosotnya ekonomi Kaltim sejalan dengan penelitian Sofyan Aji dari Pusat Kajian Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah Universitas Mulawarman. Penelitian itu menyimpulkan, daerah yang ekonominya mengandalkan sektor sumber daya alam (SDA) lebih tertinggal dalam aspek kesejahteraan masyarakat ketimbang daerah yang perekonomiannya tidak bergantung pada SDA.
”Kesejahteraan tidak terjadi karena derajat pengisapan ekonomi di daerah yang mengandalkan SDA, termasuk di Kaltim, mencapai 80,14 persen. Artinya, kekayaan SDA suatu wilayah yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat hanya 19,86 persen saja,” ujar Aji.
Apesnya, keterpurukan Kaltim juga dialami dari sisi sosial dan lingkungan sebagai akibat dari konsekuensi eksploitasi SDA. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016 menunjukkan luas lahan kritis dan sangat kritis di Kaltim mencapai 910.820 hektar. Tahun 2015, total emisi karbon tercatat mencapai 43,9 juta ton setara karbon, 57 persennya berasal dari perubahan penggunaan lahan dan kehutanan.
Dengan kondisi ini, ketergantungan pada SDA semestinya mulai dikurangi. ”Jika perlu, pemerintah berani melakukan moratorium total izin tambang,” tutur Aji.
Sementara itu, industri hilir yang lebih menyerap tenaga kerja dan menggerakkan perekonomian mutlak dilakukan ketimbang eksplorasi bahan mentah. Pada sisi inilah rasionalitas pemilih akan menentukan sosok calon gubernur terpilih.
(Bima Baskara/Litbang Kompas)