Polri Tetap Berkomitmen Tangkap Pelaku Penyerangan Novel
JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian Negara RI tetap berkomitmen mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Dibandingkan membentuk tim gabungan pencari fakta, Polri menilai sebaiknya semua pihak memberikan informasi langsung kepada penyidik untuk mempercepat penanganan kasus itu.
”Kita masih mampu melakukan penyidikan kasus penyiraman itu. Pembentukan tim gabungan pencari fakta juga akan berujung ke proses penyidikan. Sebab, tim itu tidak bisa langsung ke proses penuntutan di kejaksaan,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, Kamis (12/4/2018) di Jakarta.
Sekitar setahun lalu, tepatnya 11 April 2017, Novel disiram dengan air keras oleh dua orang tak dikenal. Hingga kini, kepolisian belum berhasil mengungkap pelaku penyerangan. Terkait dengan hal itu, sejumlah pihak mengusulkan pembentukan tim gabungan pencari fakta.
”Kami optimistis bisa mengungkap kasus itu, hanya masalah waktu. Kami mohon dukungan agar pelaku bisa makin cepat terungkap,” kata Setyo.
Kami optimistis bisa mengungkap kasus itu, hanya masalah waktu. Kami mohon dukungan agar pelaku bisa makin cepat terungkap
Tim penyidik kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk meminta keterangan Novel di Singapura, Agustus 2017. Polri juga bekerja sama dengan Kepolisian Federal Australia untuk mengungkap identitas pelaku berdasarkan bukti rekaman kamera pemantau (CCTV). Polri juga telah menyebarkan nomor telepon untuk menerima laporan masyarakat tentang identitas sketsa terduga pelaku.
Untuk membuktikan keseriusan Polri menangani kasus itu, tim penyidik secara berkala berkoordinasi dengan KPK. Penanganan kasus itu juga diawasi oleh Komnas HAM, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Ombudsman RI.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, pada Rabu (11/4) lalu, penyidik kembali melakukan olah TKP di sekitar rumah Novel.
”Di TKP, kami memasang garis polisi, kemudian kami olah TKP, menyisir setapak demi setapak, setiap tegel per tegel. Kami teliti apakah ada barang bukti yang ditinggalkan pelaku di sana,” kata Argo.
Batas waktu
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, mengungkapkan, dari lima gelar perkara kasus penyiraman Novel, penyidik masih membutuhkan keterangan saksi dan bukti-bukti yang lebih kuat untuk mengarah ke pelaku. Kompolnas menilai penanganan kasus tersebut telah sesuai asas investigasi berbasis ilmiah (scientific criminal investigation).
Atas dasar itu, ia berpendapat jangka waktu penanganan kasus tidak bisa menjadi tolok ukur keseriusan Polri dalam menangani kasus itu.
Berbeda dengan Poengky, Usman Hamid dari Amnesty International mengatakan, ada jangka waktu bagi kepolisian untuk menyidik kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
"Sebab, target waktu itu merujuk pada dua sendi. Pertama, kaidah hukum yang mensyaratkan agar proses hukum berjalan cepat dan efisien. Kedua, norma hukum sejak dimulainya penyidikan. Karena jika sebuah perkara sudah berstatus penyidikan maka sejak itu pula proses hukumnya memiliki jangka waktu,” kata Usman Hamid dari Amnesty International di Jakarta, Kamis (12/4).
Merujuk pada surat panggilan terhadap Dahnil Ahzar Simanjuntak dan Alghiffari Aqsa beberapa waktu lalu, salah satu dasar pemanggilan keduanya mengacu pada Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/165/IV/2017/Reskrim, tanggal 11 April 2017. Dengan kata lain usai laporan tentang penyerangan tersebut, perkara tersebut segera dinaikkan ke penyidikan.
Ketika suatu perkara naik ke tahap penyidikan, mengacu pada Pasal 17 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana berbunyi, kepolisian wajib membuat rencana penyidikan. Salah satu poin yang harus termuat dalam rencana penyidikan adalah waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara.
Selain itu, Pasal 70 ayat 2 Perkap tersebut juga mengatur, salah satu tujuan gelar perkara pada tahap awal penyidikan adalah untuk menentukan target waktu. Jadi, meski tak lagi ada batasan waktu mengikat seperti pada Perkap Nomor 12 Tahun 2009, kepolisian bukan berarti bisa semena-mena.
(SAN/DD17/IAN)