PKS: Pencalonan Prabowo Masih Bisa Berubah
JAKARTA,KOMPAS – Partai Keadilan Sejahtera menilai pencalonan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden di Pemilihan Presiden 2019 masih bisa berubah.
Pidato politik Prabowo saat menerima mandat pencapresan di forum Rapat Koordinasi Nasional Partai Gerindra, pekan lalu, tidak dilihat sebagai deklarasi pencapresan, sehingga masih sangat mungkin Prabowo berubah pikiran di detik-detik terakhir.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/4/2018), mengatakan peluang Prabowo tidak jadi maju mencalonkan diri masih terbuka lebar. Menurutnya, dinamika selama empat bulan ke depan sebelum tenggat pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada 4-10 Agustus 2018, akan sangat dinamis. Sebelum itu, belum ada figur capres yang dapat dipastikan maju.
Selain itu, Hidayat menilai, jawaban Prabowo saat menerima mandat dari Partai Gerindra agar ia mencalonkan diri pun masih ambigu. “Secara definitif Pak Prabowo belum menyatakan ‘saya maju sebagai calon presiden’. Ia hanya mengatakan ‘saya siap kalau diberikan mandat’. Jadi semua masih mungkin berubah, dan melihat pengalaman selama ini, bisa jadi demikian,” katanya.
Sebagaimana diketahui, saat Rapat Koordinasi Nasional Gerindra, 11 April 2018 lalu, Prabowo menyatakan menerima mandat dari partainya untuk maju sebagai calon presiden.
“Baru saja saya menerima keputusan saudara-saudara sekalian. Sebagai pemegang mandat saudara-saudara sekalian, saya menyatakan diri tunduk dan patuh. Saya menerima keputusan ini sebagai suatu amanah, penugasan, suatu perintah, dan saya menyatakan siap melaksanakannya,” ujar Prabowo (Kompas, 12/4/2018).
Hidayat mengatakan, hingga saat ini, meski Prabowo sudah menerima mandat pencapresan, PKS dan Gerindra bahkan masih membicarakan mengenai sosok capres dan cawapres yang akan diusung oleh koalisi. Kepastian mengenai figur yang akan diusung di Pilpres mendatang sangat tergantung pada kesepakatan antara partai-partai yang akan berkoalisi.
“Apakah kemudian Gerindra tetap dengan Pak Prabowo atau kemudian Pak Prabowo melihat bahwa beliau menerima mandat, kemudian menyarankan agar (capres) yang lain, itu semua masih mungkin terjadi ke depan,” kata Hidayat.
Namun Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah adanya pandangan Gerindra masih belum pasti mengajukan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden di 2019. “Gerindra sudah memutuskan melalui mekanisme di internal partai bahwa Prabowo menjadi capres yang akan diusung oleh Gerindra di Pemilu Presiden Tahun 2019. Itu sudah final, dan Prabowo pun sudah menyatakan siap,” katanya.
Dalam proses pengambilan keputusan saat Rapat Koordinasi Nasional Gerindra yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Rapat Pimpinan Nasional Gerindra, pekan lalu, menurutnya, seluruh jajaran pengurus, dari Pusat hingga daerah, bulat mendukung Prabowo. “Jika memang nanti ada yang berbeda pendapat, saya kira pada saatnya akan mendapatkan sanksi,” tambahnya.
Oleh karena itu, tidak ada pemikiran dari Gerindra akan mengusung nama lain selain Prabowo. Saat berkomunikasi dengan partai-partai calon mitra koalisi Gerindra untuk 2019 pun, nama capres yang akan diajukan oleh Gerindra hanya Prabowo.
Adapun untuk posisi cawapres, Gerindra akan mendiskusikannya dengan partai-partai yang berniat berkoalisi bersama Gerindra dan memutuskannya bersama-sama.
Mengenai sikap PKS yang menjadikan kursi cawapres dari Prabowo sebagai syarat untuk berkoalisi, Fadli menilai sikap itu sebagai hal yang wajar. “Nanti kita sama-sama duduk dengan partai koalisi lain, dan sama-sama mengkalkulasi konfigurasi capres-cawapres yang paling kuat untuk menang,” ujarnya.
Dia optimistis jika kelak kursi cawapres tidak diisi oleh satu dari sembilan kader PKS yang diajukan oleh PKS, tidak akan membuat PKS lari ke koalisi partai lain.
Cawapres Jokowi
Adapun Presiden Joko Widodo yang akan kembali maju di 2019 juga disebut-sebut sempat mempertimbangkan Prabowo menjadi cawapresnya. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, meski Prabowo sudah menerima mandat partainya untuk maju di 2019, kemungkinan Prabowo menjadi cawapres Jokowi masih terbuka. “Dalam politik, segala opsi tidak pernah tertutup sampai dengan resmi terdaftar,” ujar Arsul.
Wacana menjadikan Prabowo sebagai cawapres Jokowi sudah mulai muncul sejak November 2017. Harapannya, dengan menggabungkan poros Prabowo dan Jokowi menjadi satu, dinamika sosial politik saat Pilpres 2019 nanti akan lebih tenang tanpa membuat publik terbelah ke dua kubu yang sama kuatnya.
Namun, tutur Arsul, wacana itu sempat menghilang sebentar karena di internal koalisi pendukung Jokowi, tidak semua partai setuju. “Tetapi, beberapa minggu sebelum pencapresan (Prabowo), ada komunikasi lagi. Kami tidak tahu persis siapa yang memulai. Namun, yang kami tahu ada pertemuan-pertemuan. Buat kami, ketika ada komunikasi di antara kedua kelompok yang berkontestasi ini, ya bagus-bagus saja,” kata Arsul.
Meski demikian, Arsul juga menegaskan, itu bukan berarti ada keinginan menjadikan Jokowi calon tunggal. Sebab, masih ada kemungkinan partai lain yang saat ini belum menentukan arah koalisinya, seperti Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa, membentuk poros baru. “Jadi tetap saja tidak tunggal. Pasti ada calon lain muncul,” katanya.