JAKARTA, KOMPAS — DPR bersikukuh menuntut pembangunan gedung baru dan alun-alun demokrasi di Kompleks Parlemen, Senayan. DPR merasa pemerintah tak perlu mempermasalahkan rencana tersebut dan segera mencairkan anggaran untuk memulai tahapan pembangunan.
Sikap DPR yang terus menuntut anggaran untuk pembangunan gedung baru karena menganggap fasilitas itu dibutuhkan di tengah bertambahnya jumlah anggota DPR beserta stafnya serta kondisi bangunan DPR yang diakui tak memadai.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/4/2018), mengatakan, gedung baru dibutuhkan karena ruangan anggota DPR tak lagi layak digunakan. Alun-alun demokrasi dinilai dibutuhkan untuk memfasilitasi pengunjuk rasa yang hendak menyampaikan aspirasi dan tuntutan ke parlemen. Selama ini, pengunjuk rasa dinilai justru mengganggu kenyamanan masyarakat, di antaranya kemacetan.
Apalagi parlemen dinilai simbol dan tonggak demokrasi. Oleh karena itu, parlemen perlu dibuat dan ditata lebih baik. Adapun gedung baru dan alun-alun demokrasi diharapkan jadi warisan DPR bagi demokrasi. ”Jadi, tolong dipikirkan pemerintah,” kata Fadli.
Seperti diberitakan, sejak tahun lalu, dana perencanaan gedung baru DPR dan alun-alun demokrasi tahap pertama Rp 601 miliar dari pemerintah belum cair. Pasalnya ada kebijakan Presiden Joko Widodo untuk moratorium pembangunan sarana dan prasarana pemerintah serta pembelian lahan. Meski belum cair, DPR kembali ajukan tambahan Rp 640 miliar di RAPBN 2019 (Kompas, 16/4).
Bahkan, kata Fadli, realisasi rencana DPR jauh lebih penting daripada mengalokasikan anggaran Rp 1 triliun untuk pertemuan tahunan IMF-World Bank 2018 di Bali, Oktober 2018. ”Bayangkan Rp 1 triliun untuk pertemuan. Lebih dari cukup untuk bangun Gedung DPR yang manfaatnya bisa digunakan sampai 100 tahun lagi,” katanya.
Publik pun diharapkan tidak mencurigai pembangunan tersebut. Oleh karena, pembangunan dilakukan pemerintah. Anggota DPR dijanjikan tak terlibat. Publik diharapkan juga tak perlu curiga karena yang menikmati fasilitas bukan anggota DPR sekarang, melainkan anggota DPR periode berikutnya.
Dievaluasi
Akibat ketidakpastian anggaran pembangunan gedung baru, pimpinan DPR kemarin mulai menyoroti rencana itu. Rapat pimpinan DPR digelar untuk bahas kelanjutan pembangunan gedung baru itu. Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDI-P Utut Adianto mengatakan, pimpinan DPR tak membahas soal teknis rencana pembangunan, demikian juga urusan kebutuhan anggaran. Semua itu jadi kewenangan Sekretariat Jenderal (Sekjen) DPR selaku kuasa pengguna anggaran. Pimpinan DPR hanya mengevaluasi keseluruhan konsep tersebut.
”Kalau orang seperti saya ini, sangat batasi kebijakan. Kebijakannya sudah prorakyat atau belum? Kalau detail teknisnya, ya, tak mengerti apa-apa (pimpinan) ini. Angka (anggaran) itu urusan Menteri Keuangan. Kami cuma urus konsep,” kata Utut.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Sekjen DPR Damayanti mengatakan, anggaran yang diajukan DPR di RAPBN 2019 masih bisa berubah. Namun, ia berharap setidaknya anggaran bagi pembangunan tambahan 15 ruang kerja dan rumah dinas anggota DPR yang baru tetap dikucurkan pemerintah.