JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum akan mengecek kembali hasil seleksi anggota KPU di daerah yang dilakukan oleh tim seleksi, terlebih jika ada masyarakat yang melaporkan kejanggalan. Mekanisme ini untuk memastikan hasil seleksi benar-benar memenuhi kualifikasi sebagai anggota KPU.
”Publik harus paham, KPU memiliki mekanisme seleksi yang kita rancang untuk menjaga standar kualifikasi,” ujar komisioner KPU, Wahyu Setiawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Hasil kerja tim seleksi yang dibentuk KPU untuk merekrut calon anggota KPU di 300 provinsi, kabupaten, dan kota, menurut Wahyu, belum final. Nama-nama yang lolos dari seleksi tim masih harus dibawa ke KPU. KPU akan mengecek ulang nama-nama yang lolos seleksi oleh tim seleksi beserta dokumen atas nama-nama yang lolos tersebut.
”Sebagai contoh, ujian tertulis berbasis komputer yang calon jalani saat masih diseleksi oleh tim, bisa kita minta data hasilnya. Kemudian kita lihat. Begitu pula hasil psikotes. Dari data itu, kita bisa cek, calon-calon yang diloloskan tim itu betul-betul memenuhi kualifikasi atau tidak,” katanya.
Terlebih jika ada laporan dari masyarakat mengenai kejanggalan saat seleksi. ”Kalau memang laporan masyarakat betul, kita coret namanya,” katanya.
Oleh karena itu, KPU mendorong masyarakat untuk ikut mengawasi. Kemudian jika memang ditemukan kejanggalan, KPU mendorong masyarakat untuk melaporkannya ke KPU.
”Hingga kini, masukan dari masyarakat itu sudah banyak. Laporan terkait netralitas tim seleksi, independensi tim seleksi, dan dugaan praktik transaksional saat proses seleksi,” ujar Wahyu.
Pengawasan
Selain KPU, Badan Pengawasan Pemilu akan menyeleksi anggota Bawaslu provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/kota. Untuk Bawaslu provinsi, seleksi akan dilakukan mulai bulan ini. Adapun Panwaslu, semua anggota Panwaslu di 514 kabupaten/kota akan dites ulang, selain membuka kesempatan masyarakat mengisi posisi itu mulai bulan depan.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, seleksi ini harus dilakukan untuk menyesuaikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Berkait Panwaslu, misalnya, undang-undang mengamanahkan perubahan status Panwaslu yang semula ad hoc menjadi permanen. Perubahan ini memaksa semua anggota Panwaslu harus diseleksi ulang.
”Anggota Panwaslu saat ini masih bersifat ad hoc. Selain itu, proses seleksinya belum ada tes tertulis dan psikotes,” ujarnya.
Berkait hal ini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, KPU dan Bawaslu dituntut cermat memutuskan figur yang menjadi penyelenggara pemilu di daerah.
KPU dan Bawaslu diharapkan tidak menerima begitu saja hasil dari tim seleksi, tetapi harus dicek ulang guna memastikan mereka yang akan menjabat posisi itu, betul-betul memiliki kapasitas.