JAKARTA, KOMPAS - Penguatan kewenangan aparat dalam penegakan hukum kasus terorisme diharapkan tetap menjaga hak asasi manusia terduga pelaku aksi teror. Selama ini, aparat keamanan dinilai masih menggunakan kekerasan dalam kasus terorisme.
Berdasarkan pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap penanganan tindak pidana terorisme di 10 provinsi ditemukan tindakan yang diduga mengabaikan penegakan HAM. Tindakan itu, kata komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam, di antaranya, penangkapan tanpa surat perintah, penganiayaan, penyiksaan, sulitnya akses kuasa hukum atau keluarga, dan hak mendapatkan informasi keberadaan terduga.
Sepuluh provinsi itu ialah Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Menurut Choirul, Rancangan Undang-Undang (RUU) Antiterorisme yang tengah dibahas DPR dan pemerintah belum mengatur terkait penanganan kepada para terduga teroris. Padahal, lanjutnya, keluarga terduga teroris kerap kesulitan mengetahui keberadaan mereka setelah ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
”RUU Antiterorisme masih melupakan aturan untuk memastikan skema akuntabilitas penanganan kasus terorisme. Seharusnya ada pasal yang mampu mengontrol tindakan aparat setelah melakukan penangkapan kepada terduga teroris,” ujar Choirul di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (16/4/2018). Pernyataan itu disampaikan dalam diskusi publik bertema ”Revisi UU Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme dalam Perspektif HAM”.
Berkait hal ini, Direktur Imparsial Al Araf menilai, lama penahanan hingga 21 hari dalam RUU Antiterorisme bisa memicu penyalahgunaan kewenangan. Ia menekankan, RUU Antiterorisme harus dicermati agar tidak membelenggu demokrasi, misalnya ancaman pidana kepada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian atau hasutan aksi teror.
Sanksi pidana
Terhadap masukan itu, Ketua Pansus Antiterorisme DPR dari Fraksi Partai Gerindra Muhammad Syafii menjelaskan, revisi UU Antiterorisme dibangun dengan semangat penegakan hukum, penghormatan HAM, dan pemberantasan terorisme. Artinya, RUU Antiterorisme juga akan mengatur sanksi pidana bagi aparat keamanan yang melanggar hukum dalam menangani terduga teroris.