BANDUNG, KOMPAS - Para calon kepala daerah dalam pilkada serentak ini diingatkan untuk tidak melakukan sistem ijon guna memperoleh dana tambahan untuk membiayai kampanye. Praktek itu rentan membuat mereka terjebak dalam tindak pidana korupsi.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan hal itu dalam acara “Pembekalan Antikorupsi dan Deklarasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Pasangan Calon Kepala Daerah Se-Jabar” di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (17/4/2018).
Acara itu juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Ketua KPU Jabar, Yayat Hidayat, serta perwakilan KPU kabupaten dan kota se-Jabar. Dalam acara pembekalan itu juga diikuti 112 orang calon kepala daerah se-Jabar. Mereka terdiri dari empat pasangan calon gubernur, serta 52 pasangan calon bupati dan wali kota.
Menurut Basaria, tingginya biaya kampanye pilkada memang rawan terjadi tindak pidana korupsi. Sebagai contoh, rata-rata biaya pilkada bupati atau wali kota antara Rp 20 miliar-Rp 30 miliar. Padahal rata-rata kekayaan calon antara Rp 7 miliar–Rp 9 miliar. Belum lagi untuk kampanye pemilihan gubernur, biayanya akan jauh lebih besar bisa mencapai ratusan miliar rupiah.
“Biaya kampanye yang besar itu biasanya dimanfaatkan oknum dengan memungut 10 sampai 30 persen dari nilai proyek atau diijon dulu dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau pengusaha. Jangan lakukan hal ini. Ikuti saja kontestasi pilkada sesuai dengan aturan supaya tidak masuk dalam pidana korupsi,” kata Basaria.
Basaria mengingatkan, hingga saat ini tercatat 18 gubernur dan 75 bupati dan wali kota atau pun wakilnya terjerat kasus korupsi. Kondisi ini menjadi peringatan keras bagi calon kepala daerah yang lain agar jangan mengikuti jejak yang sama.
Dalam kesempatan yang sama, Tjahjo Kumolo juga mengingatkan para calon kepala daerah untuk berhati-hati dalam merencanakan dan mengelola APBD. Bersama bidang perizinan, dua hal itu karena merupakan titik rawan korupsi.
“Diharapkan semua calon kepala daerah paham betul area rawan korupsi. Apa pun gerak dan langkah calon kini dipantau betul oleh masyarakat, media, maupun aparat penegak hukum. Jagalah integritas jangan sampat tercoreng,” ujar Tjahjo.
Sementara itu, dalam pengumuman LHKPN para calon kepala daerah di Jabar, calon wakil wali kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso jadi yang terkaya dengan Rp 82 miliar. Sedangkan yang terkecil adalah calon bupati Subang, Imas Aryumningsih sebesar Rp 273 juta. Saat ini, Imas ditetapkan tersangka oleh KPK akibat kasus suap terkait pilkada.
Yayat Hidayat menuturkan, deklarasi LHKPN ini bertujuan mencegah para calon yang terpilih ketika memimpin selama 5 tahun tidak menyalahgunakan kewenangannya. Sebab, begitu LHKPN diumumkan, masyarakat bisa memantau pergerakan harta kekayaan kepala daerah, apakah berkurang atau bertambah signifikan selama lima tahun kepemimpinannya.
“Jika terjadi penambahan harta yang terindikasi tak wajar, masyarakat bisa menilai kinerjanya, apakah juga terindikasi melakukan penyimpangan atau tidak,” kata Yayat.