Freidrich Yunadi Diduga Terlibat Skenario Kecelakaan Novanto
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peristiwa kecelakaan yang menimpa mantan Ketua DPR Setya Novanto diduga merupakan skenario. Bekas kuasa hukum Novanto, Freidrich Yunadi, diduga mengetahui mengenai skenario kecelakaan yang terjadi di kawasan Permata Hijau, Jakarta, pada 16 November 2017 tersebut.
Hal itu diungkapkan Bimanesh Sutarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (19/4/2018). Dalam persidangan yang dipimpin Syaifuddin Zuhri, Bimanesh bersama dokter saraf dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Nadia Husein, menjadi saksi untuk terdakwa perkara perintangan penanganan perkara, yaitu Yunadi.
Bimanesh mengaku kebingungan saat Yunadi meneleponnya dan menyebut skenario kecelakaan. Mengingat sekitar pukul 11.00 pada 16 November 2017, Yunadi hanya meminta tolong dirinya agar bisa merawat Novanto yang menderita hipertensi dengan keluhan kerap pusing. Untuk itu, Bimanesh tidak keberatan dan meminta Yunadi menyertakan laporan medis Novanto dari rumah sakit sebelumnya sebagai rujukan.
”Apakah sempat Saudara tanya kepada terdakwa kenapa enggak periksa ke Premier (rumah sakit sebelumnya)?” tanya Syaifuddin.
”Saya enggak menanyakan Pak karena itu, kan, masalah hipertensi. Dugaan saya merujuk ke saya karena berkaitan dengan keluhannya, karena saya, kan, ahli dalam hal tersebut,” jawab Bimanesh.
Namun kemudian Bimanesh melanjutkan kesaksiannya. ”Tapi sekitar pukul 17.00, saya tidur setelah selesai bertemu terdakwa. Ketika hampir maghrib, saya terbangun karena telepon dari terdakwa. Terdakwa mengatakan, ’Dok, skenarionya kecelakaan.’ Saya berpikir, kan, janggal, skenario apa ini? Kecelakaan pasienkah, dianya atau bagaimana? Kan, awalnya mau dirawat karena hipertensi, tapi kok sekarang kecelakaan. Saya coba hubungi sekali, teleponnya sudah mati,” kata Bimanesh.
Tak lama kemudian, dokter di bidang pelayanan medis RS Medika Permata Hijau Alia menelepon Bimanesh. Ia mengatakan, Kepala Instalasi Gawat Darurat Michael Chia Cahaya tidak bersedia memeriksa Novanto. Merasa makin bingung dengan kondisi saat itu, Bimanesh kembali lagi ke rumah sakit untuk memastikan dan memperoleh penjelasan penolakan Michael.
”Saya tanya kepada perawat kenapa Michael menolak pasien? Katanya datang pengacara ke IGD bertemu Michael. Lalu minta dibuatkan pernyataan surat kecelakaan yang ditolak Michael. Pasiennya memang belum ada. Sebelumnya saya memang titip pesan ke Alia agar pasien ke IGD dulu karena prosedurnya seperti itu. Tapi kenapa kecelakaan, saya juga bingung. Akhirnya saya tunggu saja,” ujar Bimanesh.
Bimanesh pun sempat melihat ruang VIP di lantai 3 rumah sakit yang sebelumnya dipesan Yunadi untuk merawat Novanto dengan keluhan hipertensi. Ketika Bimanesh berada di lantai 3 tersebut, suasana mendadak menjadi hiruk-pikuk. ”Ada pasien dibalut dengan selimut seperti hijab yang teballah. Saya tanya, tapi tidak ada yang menjawab. Saya bilang, tolong siapkan dulu pasiennya karena lalu dibawa ke ruang yang sudah dipesan itu,” kata Bimanesh.
Hanya saja, kejanggalan masih dirasakan Bimanesh. Sebab, jika mengacu pada keluhan hipertensi dan sesuai prosedur melalui IGD, semestinya Novanto tidak perlu dibawa dengan terburu-buru. Di sisi lain, pasien semestinya tidak bisa langsung ke ruang perawatan tanpa adanya surat pengantar, tanpa melalui IGD, dan tanpa mengurus pendaftaran. Tiga hal ini tidak dipenuhi Novanto saat masuk ruang perawatan.
Yunadi pindah rutan
Pada akhir sidang, Yunadi meminta kembali untuk dipindahkan dari rumah tahanan karena merasa mendapat pelayanan yang tidak layak. Padahal, jaksa penuntut umum telah menunjukkan sejumlah pelayanan di rumah tahanan cabang KPK yang ditempatinya dan majelis hakim berpendapat pelayanannya wajar.
Namun, karena Yunadi kembali beralasan, majelis hakim pun menawarkan dua lokasi rutan, yaitu Salemba dan Cipinang. Yunadi pun memilih Rumah Tahanan Cipinang, tapi tetap diikuti sejumlah keberatan yang tidak digubris majelis hakim.