JAKARTA, KOMPAS — Untuk antisipasi hilangnya hak pilih warga dalam Pilkada 2018 karena belum punya kartu tanda penduduk elektronik atau surat keterangan pengganti KTP-el, pemangku kepentingan perlu memegang prinsip hak pilih tak boleh diidentikkan dengan daftar penduduk. Hal ini karena hak pilih warga adalah hak asasi yang diakui dan dijamin negara sehingga tak boleh direduksi alasan administrasi.
”Daftar penduduk tak boleh diidentikkan daftar pemilih karena masing-masing ada dasarnya. Kalau ada warga berhak memilih, tetapi tak ada KTP-el dan surat keterangan, ia harusnya tetap berhak sebab pemilih adalah WNI berusia 17 tahun atau sudah pernah menikah,” kata pakar pemilu, yang juga Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Ramlan Surbakti, di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (20/4/2018).
Menurut Ramlan, prinsip perlindungan hak pilih warga harus dipegang penyelenggara pemilu dan pemerintah. Oleh karena itu, KPU juga harus jamin warga yang masih menghadapi persoalan administrasi kependudukan tetap terlindungi hak pilihnya. Di sisi lain, instansi yang tangani administrasi kependudukan dan pencatatan sipil juga harus mempercepat pemberian KTP-el ataupun surat keterangan.
Sejauh ini, sebagian besar KPU kabupaten dan kota sudah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada 2018, kecuali sejumlah daerah yang penetapan DPT-nya ditunda atas rekomendasi pengawas pemilu. Pada 20-21 April, DPT untuk pemilihan gubernur di 17 provinsi akan diplenokan. KPU di daerah terpaksa mencoret nama-nama pemilih yang masuk daftar pemilih sementara (DPS) karena hingga batas waktu penetapan DPT, mereka masih belum punya KTP-el ataupun surat keterangan pengganti KTP-el.
Data KPU menunjukkan, pada DPS Pilkada 2018 di 171 daerah, ada 152,8 juta pemilih, dengan 7,4 juta di antaranya, dari data Badan Pengawas Pemilu diduga belum punya KTP-el ataupun surat keterangan pengganti KTP-el.
Anggota KPU, Viryan Azis, mengatakan, KPU memegang prinsip perjuangkan hak pilih warga dan berhati-hati tetapkan daftar pemilih. Terhadap nama-nama yang dicoret, KPU diminta mencermati nama-namanya.
Diharapkan, mereka bisa mendapat KTP-el atau surat keterangan sebelum pemungutan suara sehingga tetap bisa menggunakan hak pilih, kendati tak terdaftar di DPT. Sesuai aturan, pemilih yang tak masuk DPT bisa memakai hak pilihnya satu jam sebelum penutupan TPS dengan meembawa KTP-el atau surat keterangan. ”Kami upayakan hak pilih warga terpenuhi,” kata Viryan.
Sesalkan pernyataan
Lebih jauh, Viryan menyayangkan pernyataan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh yang menginstruksikan jajaran disdukcapil di daerah tak boleh mentandatangani berita acara pencoretan pemilih. Menurut Viryan, penandatanganan berita acara bukan campur tangan disdukcapil tetapkan daftar pemilih, tetapi berdasarkan aturan.
Sebelumnya, Zudan menyampaikan, jajarannya tak campur tangan tetapkan daftar pemilih. Oleh karena itu, mereka tak boleh menandatangani berita acara rapat penghapusan ataupun penambahan pemilih (Kompas, 20/4/2018).
Adapun, Pasal 15 Ayat 3 Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih Pilkada menyebutkan, KPU mencoret pemilih yang belum mendapatkan keterangan domisili dari disdukcapil, lalu menuangkan ke berita acara yang ditandatangani KPU kabupaten/kota dan dinas yang selenggarakan urusan kependudukan dan pencatatan sipil di daerah.
Menurut Viryan, jadi aneh jika disdukcapil tak mau menandatangani berita acara. ”Penyusunan PKPU 2/2017 itu lewat uji publik dan rapat dengar pendapat, saat itu wakil pemerintah, yakni Kemendagri dan Bawaslu. Semangatnya ’kan pencoretan data hak pilih didasarkan pada kehati-hatian,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPD Provinsi Jawa Tengah Joko Purnomo mengatakan, rapat pleno terbuka rekapitulasi DPT Pilgub Jateng 2018 memutuskan menghapus satu TPS di Banyumas, yang ada di LP Purwokerto. Untuk itu, jumlah TPS berkurang dari 63.974 TPS menjadi 63.973 TPS.
Koordinator Divisi Pencegahan, Pengawasan, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Pemilu Jabar Wasikin Marzuki mengatakan, DPT yang sudah ditetapkan KPU kabupaten dan kota diklaim Bawaslu Pemilu Jabar belum sepenuhnya valid. Alasannya, masih ada pemilih yang terdata di DPT dan disdukcapil, tetapi belum merekam KTP-el.