JAKARTA, KOMPAS — Keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu, terutama di Komisi Pemilihan Umum pusat dan daerah, masih sangat rendah. Padahal, Komisi Pemilihan Umum memiliki peran strategis untuk menjamin hak politik perempuan dalam pemilu. Belum adanya undang-undang yang mewajibkan minimal jumlah keterwakilan perempuan serta lemahnya perspektif kesetaraan jender menjadi permasalahan utama.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan, tim seleksi calon anggota KPU daerah periode 2018-2023 telah selesai menjalankan tugasnya. Namun, jumlah perempuan yang lolos seleksi masih sangat minim. Dari 162 calon di 16 provinsi, hanya ada 30 perempuan (17,44 persen).
”Padahal, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjelaskan, komposisi keanggotaan KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen,” ucap Titi dalam diskusi bertajuk ”Rekruitmen Pemilu dan Komitmen Afirmasi Perempuan” di Jakarta, Jumat (27/4/2018).
Titi mengatakan, perspektif tim seleksi dan anggota KPU terhadap kesetaraan jender juga diperlukan dalam proses seleksi ini. ”Perempuan harus hadir di ranah politik karena gagasannya dibutuhkan. Sayang sekali jika keterlibatan perempuan masih rendah, padahal separuh dari populasi masyarakat Indonesia merupakan perempuan,” katanya.
Titi menjelaskan, kata ”memperhatikan” dalam undang-undang tersebut masih belum mampu menekan KPU. Ia berharap, kata itu nantinya bisa diubah menjadi ”mewajibkan”.
”Namun, perempuan yang menjadi calon ini juga harus memiliki integritas serta memiliki pengetahuan terkait penyelenggaraan pemilu, ketatanegaraan, dan kepartaian sesuai UU No 7/2017 Pasal 21,” ujarnya.
Dari 16 provinsi tersebut, tiga provinsi dengan komposisi calon perempuan tertinggi adalah Sulawesi Utara sebesar 40 persen, Sulawesi Selatan (28,6 persen), dan DKI Jakarta (21,4 persen). Latar belakang calon anggota KPU provinsi sebagian besar pernah menjabat anggota KPU di tingkat kabupaten/kota, petahana, dan anggota Bawaslu.
Daftar calon yang terpilih ini nantinya akan diserahkan kepada KPU pusat untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. KPU akan memilih setengah dari calon yang diajukan tim seleksi karena KPU provinsi berisi 5-7 orang.
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, menjelaskan, masih ada anggota tim seleksi yang belum memiliki perspektif kesetaraan jender. ”Beberapa tim seleksi mengajukan pertanyaan, apakah sudah mendapatkan izin dari suami atau meminta surat persetujuan dari suami ketika ingin mendaftar menjadi calon anggota KPU,” ujarnya.
Integritas
Berkait proses ini, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, banyak perempuan berintegritas yang memiliki potensi untuk menjadi anggota KPU daerah. ”Namun, yang mendaftar sedikit,” lanjutnya.
Selain itu, para calon yang mendaftar juga sebagian besar belum memenuhi seleksi administratif. ”Ada yang pernah bermasalah dan dipanggil Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sehingga dicoret oleh tim seleksi,” ujar Aditya.