SEMARANG, KOMPAS - Selama ini, kampus-kampus menjadi target penyebaran paham radikal atau radikalisme oleh sejumlah oknum yang memanfaatkan kepolosan mahasiswa. Guna menangkal itu, internalisasi atau penguatan nilai-nilai Pancasila perlu dilakukan.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dalam ceramah umum "Meneguhkan Peran Serta Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme untuk Memperkokoh NKRI" di Kampus Universitas Wahid Hasyim, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (28/4/2018), mengatakan, dari penyelidikan terhadap sejumlah kasus aksi teror di Jakarta, paham radikal tumbuh dan berkembang di kampus.
Menurut dia, lingkungan kampus telah menjadi tempat atau target bagi kelompok radikal untuk memobilisasi calon-calon teroris. "Hasil survei BIN pada 2017, 39 persen mahasiswa telah terpapar paham-paham radikal. Ada 15 provinsi yang jadi perhatian dan terus kami amati pergerakannya," ujar Budi.
Budi menambahkan, para penyebar paham radikal menjadikan mahasiswa sebagai target pencucian otak dengan memanfaatkan kepolosan mahasiswa dalam proses pembentukan jati diri. Selain itu, riset BIN pada 2017 menunjukkan kekhawatiran lain, yakni 24 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA setuju dengan jihad untuk tegaknya negara Islam atau khilafah.
Guna menangkal itu, lanjut Budi, pemerintah telah menetapkan kebijakan besar, yakni agar bangsa ini kembali pada Pancasila. "Fokus utama diarahkan pada pembinaan dengan internalisasi atau penguatan nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat. Juga, upaya defensif serta proteksi terhadap serangan ideologi asing serta pihak-pihak yang ingin mengganti ideologi Pancasila," kata dia.
Menurut Budi, internalisasi Pancasila antara lain dengan membangun narasi praksis pembangunan dalam konteks Pancasila. Wujud konkretnya, program-program pemerintah diterjemahkan sesuai nilai-nilai Pancasila. Misalnya, pembangunan infrastruktur yang menghubungkan wilayah-wilayah NKRI sebagai wujud sila ke-5 Pancasila. Selain itu, perlu juga penyesuaian kurikulum, khususnya terkait pendidikan ideologi Pancasila dan bela negara.
"Perlu dimasukkan esensi nilai-nilai Pancasila ke dalam seluruh mata pelajaran di seluruh jenjang pendidikan. Ini sedang digodok, tetapi arahnya kira-kira seperti itu," ucap Budi.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Ekonomi Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono menuturkan, penguatan nilai-nilai Pancasila perlu agar paham-paham radikal tidak berkembang di masyarakat. Sebab, jika terus dibiarkan, akan berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Nasionalisme
Oleh karena itu, lanjut Gatot, perguruan tinggi harus memahami dulu paham radikal yang berkembang di lingkungannya, kemudian cari langkah-langkah antisipasinya. "Salah satunya dengan kontra radikalisasi. Juga dengan pencerahan kepada mereka yang rentan terhadap paham-paham radikal. Selain itu, ideologi Pancasila harus kita bangkitkan lagi," kata Gatot.
Berkait temuan tersebut, Rektor Unwahas, Mahmutarom mengatakan, sifat Nahdliyin di manapun, termasuk civitas akademika, ialah menjunjung tinggi Al Quran yang mengajarkan ketaatan kepada Allah, rasul, dan negara. Pihaknya pun berharap sikap nasionalisme dan patriotisme di kalangan generasi muda dapat terus meningkat.
"NU tidak pernah mengajarkan hal-hal yang bersifat ekstrem. Harus moderat, harus toleran, dan harus seimbang tetapi juga berkeadilan yang menempatkan diri dengan sikap-sikap empati," ucap Mahmutarom.