JAKARTA, KOMPAS – Optimalisasi penggunaan sistem dalam jaringan atau online perlu segera dilakukan oleh Mahkamah Agung untuk menutup celah korupsi peradilan yang acap kali timbul melalui interaksi antara pegawai pengadilan dengan pencari keadilan. MA telah mengeluarkan Peraturan MA Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik, tetapi ketentuan itu belum bisa diaplikasikan karena ketiadaan petunjuk pelaksana.
Kajian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 2017 menunjukkan pola tindakan koruptif berupa penarikan pungutan liar di sejumlah pengadilan melibatkan pegawai pengadilan, seperti juru sita dan panitera pengganti. Tukang parkir pun bisa meminta pungli dengan mengatasnamakan pejabat pengadilan.
MaPPI menemui empat pola pungli, yakni mengutip biaya di luar ketentuan tanpa tanda bukti bayar, tidak menyediakan uang kembalian, meminta imbalan atau uang lelah atas layanan yang diberikan, dan memperpanjang jangka waktu pemberian layanan jika tidak diberikan uang pelicin.
“Pungli sebenarnya bisa diminimalisir, salah satunya dengan menggunakan teknologi. Dalam pendaftaran perkara, misalnya, tidak perlu lagi mendaftar dengan datang ke Pengadilan Negeri. Cukup mendaftar melalui sistem pendaftaran. Berkas-berkas perkara bisa diunggah melalui sistem terebut, sehingga pihak yang berperkara tidak perlu lagi bertemu dengan panitera pengganti (PP) atau juru sita,” kata Aradilla Caesar, Kepala Divisi Institutional Reform MaPPI, Selasa (1/5/2018) di Jakarta.
Pembatasan pertemuan antara pencari keadilan dengan pegawai pengadilan itu diharapkan bisa memutus rantai pungli maupun jual-beli perkara. Pengelolaan perkara melalui sistem online sekaligus meringankan biaya penanganan perkara, karena surat-menyurat tidak perlu diantarkan oleh juru sita kepada pihak pencari keadilan, melainkan cukup dikirim melalui alamat surat elektronik (e-mail). Panggilan bersidang juga tidak mengharuskan advokat dan pencari keadilan bertemu juru sita atau PP, karena panggilan resmi dikirim melalui elektronik.
Susun juklak
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Abdullah mengatakan, aturan petunjuk pelaksana dari Perma 3/2018 saat ini sedang disusun. Penyusunan juklak itu diperkirakan tuntas pada Mei ini dan akan diterapkan di pengadilan percontohan, yakni PN Jakarta Pusat dan PN Surabaya.
“Perma tersebut sudah mengatur panggilan melalui surat elektronik, serta pembayaran biaya perkara melalui rekening, sehingga praktis juru sita yang menangani perkara perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) tidak banyak berinteraksi dengan pencari keadilan. Keluarnya Perma ini sebenarnya memang memangkas berbagai peran juru sita yang dalam perkara perdata aktif menghubungi pihak berperkara,” kata Abdullah.
Akan tetapi, khusus perkara pidana, Perma 3/2018 tidak bisa diterapkan, karena melibatkan penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian untuk menghadirkan terdakwa ke ruang sidang.
Saat ini belum ada solusi untuk membatasi interaksi antara PP dengan advokat maupun pihak terdakwa dalam penanganan perkara pidana.
“Untuk juru sita sudah kami tutup dengan Perma 3/2018, tetapi untuk perkara pidana masih memerlukan interaksi antara PP dengan terdakwa, advokat, dan jaksa. Belajar dari pengalaman sebelumnya, transaksi itu memang tidak dilakukan di lingkungan pengadilan, tetapi di rumah, mall, dan tempat lain. Kami kan tidak bisa mengawasi orang di luar pengadilan, atau setelah masa tugasnya selesai,” kata Abdullah.
Peneliti dari Lembaga Kajian dan Adokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah mengatakan, integritas PP saat ini seharusnya menjadi sasaran oleh MA, sebab berbagai kasus yang terungkap sepanjang tahun 2016 dan 2017 menunjukkan peran PP sebagai penerima suap, sekaligus perantara jual-beli perkara yang dilakukan hakim.
“Rekrutmen PP jarang disoroti. Untuk mendapatkan PP berintegritas, rekrutmennya harus menjadi perhatian MA, tidak hanya hakim. Percuma saja kalau hanya hakim yang diperketat seleksinya, sedangkan PP tidak ada penilaian integritas. Pada praktiknya, PP adalah tangan kanan hakim dalam mencatat proses persidangan dan administrasi perkara. Posisi dan perannya sangat strategis dalam pemeriksaan perkara,” katanya.