JAKARTA, KOMPAS — Para sopir truk pengangkut barang masih mengalami pungli dan premanisme. Kendati gerakan Sapu Bersih Pungutan Liar atau Saber Pungli sudah dimulai sejak akhir 2016, para sopir truk menyebut pungli semakin marak. Akibat pungli dan pungutan para preman, pendapatan sopir berkurang.
Presiden Joko Widodo menanyakan hal tersebut kepada sekitar 50 sopir truk yang hadir dalam Silaturahim Presiden dengan Pengemudi Truk di Istana Negara, Jakarta, Selasa (8/5/2018) pagi. Hal ini segera diiyakan oleh para sopir. Bahkan, mereka menyebutnya semakin banyak. Presiden pun tampak kaget. ”Betul, semakin banyak?” tanyanya memastikan.
Presiden kemudian menanyakan detail lokasi dan model pungli yang terjadi. Pungli di jembatan timbang masih terjadi. Selain itu, beberapa sopir juga menyebutkan, jalur lintas Sumatera, seperti Way Kanan Lampung, Mesuji, Prabumulih, serta di sekitar Riau dan Medan, juga sangat rawan untuk jalur Jambi-Medan serta Aceh-Binjai sangat rawan. Selain itu, jalur Cikampek-Cirebon, Marunda, dan Cakung-Cilincing serta Balikpapan.
Umumnya, menurut Gunawan (38), salah seorang sopir truk, ketika jalan rusak dan perjalanan tersendat, para preman lokal akan memanfaatkan situasi. Mereka akan mengintimidasi sopir dan meminta uang pengawalan. Apabila sudah membayar, preman akan memberi tanda dengan stiker tertentu. Jika tak membayar, bisa saja ranjau paku disebar di jalan atau golok ditempelkan ke leher sopir.
Masalahnya, dalam satu kali perjalanan, berbagai pungutan ini tak hanya sekali terjadi, tetapi juga berkali-kali. Karena itu, biaya ilegal yang dikeluarkan sopir truk, kata salah seorang sopir Agus Yuda (30), bisa mencapai Rp 3 juta. Paling sedikit, biaya pungli untuk pengangkutan antarkota di satu provinsi di Jawa sekitar Rp 100.000.
Untuk menyampaikan keluhan ini dan menarik perhatian pemerintah, Agus Yuda berjalan kaki dari Mojokerto sampai Jakarta. Dia menghabiskan waktu selama 26 hari mulai 8 April sampai 3 Mei untuk itu. Pagi ini, rekan-rekannya sesama pengemudi truk menemaninya berjalan kaki dari Buaran, Jakarta Timur, ke Istana Negara, Jakarta Pusat.
Presiden pun meminta Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, yang mendampinginya, menemui para pengemudi truk untuk menindaklanjuti laporan ini. ”Terlalu banyak premanisme di jalan dan pungli aparat. Sudah saya perintahkan Kapolri dan Wakapolri segera menindaklanjuti. Tidak bisa seperti itu, pertama ini meresahkan dan kedua menyebabkan biaya transportasi tinggi,” katanya seusai acara kepada wartawan.
Presiden mengaku sudah mendengar informasi adanya pungli. Namun, dia tak mengira pungli semakin banyak. ”Saya dengarnya masih ada sedikit pungli. Ternyata setelah bertanya kepada para pengemudi, ternyata sangat banyak. Kaget dong. Masak saya enggak boleh kaget,” ujarnya.
Kendati masih banyak pungli terjadi, Presiden tidak membantah apabila hal ini menjadi tanda tak efektifnya Saber Pungli sebab Saber Pungli menangani semua jenis pungli, mulai dari pungli di pengurusan KTP di kelurahan sampai urusan pertanahan di BPN. Selain itu, menurut Syafruddin, sudah 1.800 orang ditangkap Satgas Saber Pungli.
Presiden pun meminta semua oknum yang terbukti meminta pungli harus diberhentikan dengan tidak hormat. ”Disikat, semua,” ujarnya geram.
Terkait premanisme yang banyak terjadi di jalur-jalur distribusi, Presiden juga menyerahkan kepada kepolisian untuk mengatasinya. Adapun berkaitan dengan jembatan timbang yang ditangani dinas perhubungan di daerah, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akan segera berkoordinasi dengan dinas perhubungan di semua wilayah untuk mengembalikan fungsi jembatan timbang.
Truk pengangkut tak boleh lagi melampaui berat dan volume yang ditetapkan agar tak merusak jalan. Di satu sisi, kelebihan bobot membuka peluang transaksi suap. Oleh karena itu, setelah Lebaran, Menteri Perhubungan akan bertemu dengan para pemilik truk dan barang serta meminta mereka menaati aturan yang ada.
Untuk mengurangi kemungkinan ”transaksi suap” di jembatan timbang, operator akan diserahkan kepada pihak swasta. Adapun petugas dishub hanya menjadi pengawas. Selain itu, kamera pemantau (CCTV) akan dipasang di mana-mana. Semua ini akan dimulai dari Jawa Barat dan Jawa Timur seusai Lebaran 2018.
Adapun Syafruddin malah menantang para sopir untuk membuktikan kemungkinan pungli dari oknum Polri. ”Tidak ada anggota Polri yang mau menerima pungli sebab remunerasinya sudah besar sekarang. Kalau ada, dan ada buktinya, langsung saya pecat. Saya tantang para sopir untuk melapor, tapi dengan bukti. Kalau enggak benar, kita proses juga dia,” katanya dengan nada meninggi.