JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu menagih janji Komisi Pemilihan Umum untuk segera menyerahkan daftar calon pemilih yang dicoret dari daftar pemilih pilkada serentak 2018 karena diduga belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik. Data sekitar 849.000 calon pemilih tersebut bisa digunakan untuk mendorong perekaman data ataupun pemenuhan administrasi kependudukan guna melindungi hak pilih warga.
Data pemilih yang terindikasi belum mempunyai KTP-el ataupun surat keterangan pengganti KTP-el pada saat penetapan daftar pemilih sementara (DPS) pilkada serentak 2018 mencapai 7,6 juta orang. Sesuai Undang-Undang Pilkada, warga yang tidak mempunyai KTP-el atau surat keterangan pengganti KTP-el tidak bisa masuk daftar pemilih tetap (DPT). Setelah penetapan DPT, jumlah itu berkurang menjadi sekitar 849.000 orang. Mereka akhirnya dicoret dari DPT.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), M Afifuddin, di Jakarta, Senin (14/5/2018), mengatakan, Bawaslu belum mendapat rincian daftar nama-nama pemilih yang dicoret tersebut secara detail yang mencakup nama dan alamat mereka. Dia mengaku sudah meminta data itu, termasuk DPT pilkada serentak 2018, kepada KPU. Namun, hingga saat ini data tersebut belum diterimanya.
”Kalau kami sudah dapat, itu bisa menjadi bahan acuan. Juga bisa mendorong agar Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk meminta dinas di daerah memperhatikan nama-nama itu,” kata Afifuddin.
Hak suara
Menurut Afifuddin, diperlukan langkah cepat dari KPU karena hak suara pemilih harus dijamin. Selain penting untuk konteks pilkada serentak 2018, hal itu juga untuk menjamin hak pilih mereka pada Pemilu 2019. Sesuai dengan pengaturan KPU, DPT pilkada serentak 2018 akan dijadikan sebagai basis penyusunan DPS pada Pemilu 2019.
”Kami juga menunggu realisasi janji penyerahan DPT pilkada karena sudah ada penyerahan secara simbolis,” kata Afifuddin.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh juga mengatakan, pihaknya belum menerima daftar nama orang yang dinilai berhak memilih tetapi terganjal administrasi kependudukan. Zudan mengaku belum menerima daftar nama dari 849.000 warga tersebut. ”Kami menunggu saja. Kalau diberikan, nanti akan kami bantu pengecekan,” katanya.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, mendorong KPU agar segera membagikan data warga yang diduga belum mempunyai KTP-el tersebut kepada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Hal ini penting agar data hasil pemutakhiran data pemilih itu bisa ditindaklanjuti dengan memasukkan mereka ke dalam basis data kependudukan agar instansi yang menangani administrasi kependudukan bisa menerbitkan surat keterangan pengganti KTP-el bagi mereka.
”Pembagian data tersebut merupakan langkah strategis yang harus segera dilakukan oleh KPU,” kata Fadli.